Pages

17 August, 2015

Mengakar

Begini, aku ingin berkata sesuatu. Tepatnya mengeluarkan sedikit pikiran yang membelukar bahkan mengakar pada otakku...

Pernahkah kaumerasa saat berkumpul bersama orang-orang yang kausayangi, kamu merasa menjadi orang yang paling bahagia. Lalu saat waktu bersama telah habis, kamu kembali pada kesendirian dan kesibukan masing-masing, seketika kamu merasa menjadi orang paling merana. Kesedihan seakan-akan menyergap dan mengejutkanmu. Seakan tak ada bekas senyum apalagi tawa lima menit sebelumnya. Begitu cepatnya hatimu berbalik. Hingga kamu meminta pertolongan tuhan untuk memegangi hatimu. Lucu, bukan?! Bahkan hatimu bukanlah milikmu seutuhnya.

Pikiranmu berkhianat. Lalu kamu bertanya, apakah ini konspirasi sepi yang berpadu dengan luka yang masih menganga? Ataukah kesendirian sebagai pemicu kenangan? Kamu merasa begitu naif. Begitu bodoh sebab tak mengenal dengan baik dirimu sendiri, padahal ada banyak orang yang mengaku mengenalmu dengan baik. Bahkan terkadang jauh lebih baik dari dirimu, hingga mereka merasa berhak menentukan hidupmu, meski kamulah yang menjalaninya. Tapi kamu dengan begitu yakin, meyakini bahwa mereka bahkan tak memahamimu sedikit pun.

Lalu pada akhirnya kamu pasrah dipeluk hujan di kotamu. Tangisanmu tersamar di antara bulir air yang jatuh dari langit. Pintamu menjadi begitu sederhana, setelah beragam ruwet pikiran dan pertanyaan yang menuntut jawaban.

"Semoga semua rasa yang melemahkanku ini ikut luruh bersama rinai hujan."

Tanpa peduli apakah semua pertanyaanmu mencapai jawabannya. Bahkan tak masalah bila pertanyaan tersebut memanglah tidak diciptakan untuk terjawab. Semua meluruh. Tinggallah secercah benih harapan yang mungil, akan janji pengharapan kehidupan esok yang lebih baik.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget