Pages

18 August, 2015

[LBBK] Bosan

Hampir seminggu ini, Putri Salju merengut saja. Kerjanya hanya diam. Tidak lagi bersemangat menyambut ajakan bermain teman-teman salju lainnya. Padahal pegunungan Rocky terlihat begitu menawan di musim dingin seperti ini. Persis seperti surga salju—sebutan dari orang-orang Kanada yang sering menjadikan wilayah ini sebagai destinasi utama liburan musim dingin mereka karena keindahannya.

“Apa yang membuatmu resah, Sayang?” tanya Ibunya.

“…”

“Apa… coba katakan pada Ibu, barangkali Ibu bisa membantumu.”

Mata Putri Salju yang putih—dan memang seluruh tubuhnya putih, sebab ia tercipta dari salju—menatap mata ibunya—yang juga putih—lamat-lamat. Seperti memutuskan, menimbang dan akhirnya mengatakan hal yang meresahkannya dengan ragu-ragu.

“Aku bosan, Ibu.”

“Bosan?”

Tidak langsung menjawab, Putri Salju malah melempar pandangannya ke lazuardi. Seakan mencari jawaban di sana, lalu kembali menatap mata ibunya.

“Aku sudah dewasa, Ibu. Aku bosan terus berada di sini. Aku ingin menjelajah dunia. Aku ingin melihat pemandangan yang lain, selain Padang Rumput Kanada dan Pegunungan Rocky ini. Aku ingin pergi, Ibu…” keluhnya.

Ibunya diam. Menelaah perkataan anak semata wayangnya. Memang benar, Putri Salju telah dewasa dan belum pernah sekali pun ia beranjak dari tempat tinggalnya sejak lahir. Terlebih semenjak ayahnya menghilang dalam badai dahsyat di Rusia lima tahun silam.

***

“Apa kausudah siap, Sayang?”

“Siap, Ibu! Tak pernah sesiap ini. Oh, Ibu… aku sangat bahagiaaa. Terima kasih telah mengizinkanku bepergian, Ibu. Aku tak akan lama. Aku janji!”

Binar mata Putri Salju begitu berkilau, menandakan ia sangat-sangat bahagia, persis seperti yang dikatakannya. Ibunya tersenyum, meski menahan rindu yang belum-belum sudah memenuhi rongga dadanya. Melesakkan hatinya. Menimbulkan sensasi yang sama saat ayah Putri Salju pamit ke Rusia lima tahun silam. Menerbitkan keraguan yang langsung ditepisnya demi melihat wajah bahagia sang putri.

Ah, ini hanya kekalutan seorang ibu yang akan ditinggal pergi anaknya. Sungguh, putriku ini pandai menjaga diri dan ia pasti akan menepati janjinya. Pulang secepatnya.

Berangkatlah Putri Salju dengan menumpang pada awan dan angin. Tujuan utamanya adalah Harbin, Cina. Ia begitu penasaran ingin melihat negara dengan jumlah populasi manusia terbanyak di dunia tersebut. Ia ingin merasakan keramaian, sebab ia sudah terlalu bosan dengan sepi di Kanada. Sejujurnya, ia takut berkawan dengan kesepian yang lama-lama membungkusnya seperti kepompong membungkus ulat. Ia takut kesepian itu berubah menjadi absolute, lalu menjelma kekosongan. Sama seperti kekosongan hatinya semenjak kepergian ayahnya lima tahun silam.

***

Harbin merupakan kota terbesar di dataran Cina Timur Laut, terletak di Provinsi Heilongjiang. Pada musim dingin seperti ini, Harbin juga menjadi destinasi utama liburan rakyat Cina—persis seperti pegunungan Rocky di Kanada, tempat tinggal Putri Salju. Keindahan serta keanggunan pusat-pusat rekreasi bernuansa musim salju begitu memanjakan mata pengunjungnya. Terutama sebuah lokasi perkampungan bernama Zhong Guo Xiang Xue atau dikenal dengan nama China’s Snow Town –membentang pada pegunungan dengan ketinggian mencapai lebih kurang 1.500 meter di atas permukaan laut—yang menjadi kebanggaan bagi segenap masyarakat di Provinsi Heilongjiang. Salju tebal yang menutupi hampir seluruh permukaan kota itu kabarnya mampu bertahan hingga tujuh bulan lamanya. Membuat Putri Salju merasa bagaikan di dalam negeri dongeng.

“AAAAAA… Akhirnya aku tiba di Cina. Yes…yes…yes!!”

Putri Salju melonjak-lonjak gembira. Begitulah ia, begitu ekspresif dalam mengungkapkan perasaannya, baik sedih atau pun senang. Ia menyapa semua orang yang ada di sana, meski ia tak mengenalnya. Meski dingin, hati mereka tak ikut mendingin. Mereka membalas sapaan Putri Salju dengan senyuman hangat mereka. Begitu sibuknya Putri Salju menyapa orang-orang, hingga ia tak melihat ada seorang lelaki di sebelah kanannya yang sedang termenung menatap kereta kuda. Ia pun tak sengaja menabrak lelaki tersebut dan menyebabkan keduanya terjatuh. Cepat-cepat ia berdiri dan meminta maaf.

“Ah, maafkan aku. Aku tak melihat Anda.”

Putri Salju membungkukkan punggungnya sebagai tanda bahwa ia amat menyesal.

“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, kok. Kali lain hati-hati.”

Suara lelaki itu seperti angin musim semi, mengalirkan ketenangan di telinga Putri Salju. Tanpa sadar, Putri Salju mendongak dan menangkap seraut wajah sendu seperti musim gugur. Pada detik itu, Putri Salju jatuh hati. Lalu sang lelaki berlalu begitu saja, meninggalkan Putri Salju yang membeku.

***

Segalanya tak lagi menarik bagi Putri Salju. Semenjak perjumpaan tak sengaja dengan lelaki berwajah musim gugur bersuara musim semi itu, Putri Salju merasakan hari-harinya kembali membosankan. Ia sendirian. Ia ingin ditemani. Ditemani lelaki itu tepatnya. Ke mana lelaki itu? Rasanya ia ingin menjadi bayangan lelaki itu. Mengikutinya ke mana pun ia melangkah.

***

Namanya Zhong Wan. Ia naik kereta untuk kembali ke tempat tinggalnya di Indonesia.
Informasi itu ia dapatkan dari tukang kereta kuda di depan penginapannya, saat ia melihat lelaki itu pergi menggunakan kereta kuda. Putri Salju merasa inilah takdirnya. Bukan hal yang kebetulan ketika orang yang kaucari di antara milyaran manusia tiba-tiba kaulihat lagi, kan?

Putri Salju menetapkan pilihan hidupnya. Ia akan ke Indonesia!

***

Tanjung Priuk dipenuhi salju. Hal ini tidak biasa! Jamal merutuk fenomena ganjil ini, sebab ia menjadi kesusahan dalam beraktivitas. Salju itu boro-boro makin menebal, ia malah mencair dengan cepatnya saat terjatuh di aspal Tanjung Priuk yang panas. Hal ini menyebabkan jalanan licin dan volume air bertambah. Lebih parah dari banjir rob, keluhnya. Pusing dia memikirkan bagaimana ia harus mengambil buku dan mengantarkan beragam paket ke pelanggannya bila mobilisasinya terhambat seperti ini. Fenomena ini mengingatkannya pada cerita pendek karya Sungging Raga berjudul Salju di Lempuyangan. Di cerita itu, dikatakan salju tercipta karena ada orang mencinta yang berkorban atau tersakiti. Ah, dunia sudah semakin tak waras. Kalau di Tanjung Priuk ini, siapa coba yang masih berkorban demi cinta begitu? pikirnya bosan.

***

Meta Morfillah
#ditulis dalam kurun kurang dari 1 jam tanpa edit apalagi baca ulang, diniatkan sebagai peramai LBBK, bukan untuk menang sebab saya tahu diri ini begitu jelek. Inspirasi dari dongeng rusia di film masha & the bear, cuplikan film assalammualaikum beijing, dan cerpen sungging raga berjudul Salju di Lempuyangan. Terima kasih, wahai diri. Teta bangga sama kamu!

No comments:

Post a Comment

Text Widget