Pages

11 October, 2015

[Review buku] Korupsi

Judul: Korupsi
Penulis: Tahar ben jelloun
Penerbit: serambi ilmu semesta
Dimensi: 233 hlm, cetakan I november 2010
ISBN: 978 979 024 073 5

Inspirasi bisa datang dari karya orang yang dikagumi. Seperti halnya novel korupsi ini. Penulis yang berdarah Maroko namun menetap di Prancis ini, mendapatkan inspirasi menulis novel ini dari idolanya, Pramoedya Ananta Toer. Tahun 1990-an, saat ia berkunjung ke Jakarta demi menemui Pram--yang saat itu masih menjadi tahanan--namun gagal, lalu malah menemukan karya Pram yang diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis, berjudul korupsi. Yaa... judul yang persis sama. Penulis sengaja membuatnya sama, tetapi dengan latar Maroko demi menghormati Pram--saya sendiri belum pernah membaca karya Pram berjudul "Korupsi" itu. Bahkan, sebagian royalti buku ini diserahkan untuk Pram. Wow!

Novel ini sendiri mengisahkan tentang seorang lelaki teguh pendirian bernama Murad yang menjabat Kepala bagian di Kementerian Pekerjaan Umum. Ia begitu tegas menolak korupsi, meski ia tahu bahwa asistennya, Haji Hamid dan direkturnya menjalankan praktik itu. Ia tetap berusaha menjaga diri dan wewenangnya dari suap menyuap. Hal itu ia lakukan selama 20 tahun masa kerja. Hasilnya adalah hidup miskin. Bahkan kedua anaknya tidak mendapatkan cukup liburan. Anaknya yang sulung, sulit menembus beasiswa kuliah karena tak memiliki koneksi. Anaknya yang bungsu, tidak mendapatkan fasilitas kesehatan memadai untuk penyakitnya. Tapi yang lebih menjengkelkan adalah rongrongan istri dan keluarga istrinya yang begitu materialistis dan tak menghargai prinsip hidupnya. Di mata mereka, ia adalah lelaki yang gagal. Semua itu perlahan menggoyahkan dirinya, yang sudah terlalu lelah berjuang sendirian. Pada rumah--terutama istri--yang ia harapkan dapat menguatkannya, justru kian melemahkannya. Hingga ia memimpikan sepupunya, Nadia, yang kini menjanda dan teguh pendirian menjalani hidup yang baik dan sederhana. Konflik batin dalam dilema moral pun menjadi isu utama dalam novel ini. Betapa menyedihkan, menjadi orang jujur dalam sistem yang korup. Bagaimanakah endingnya? Apakah Murad akan tergiur dengan upaya rekannya yang kerap membujuknya untuk menerima uang suap? Bacalah novel ini untuk mengetahuinya.

Gaya penulis dalam novel ini cukup mengalir. Bahasanya mudah dicerna, ringkas, dan gamblang. Bahkan dalam hal fantasi erotis, penulis menggambarkannya dengan apa adanya. Alur dan konflik yang dimainkan pun semakin mempertajam kesulitan yang dialami sang tokoh utama. Hitam dan putih yang perlahan mengabu, membuat tokoh utamanya terasa begitu natural dan manusiawi. Gambaran tentang kultur di Maroko yang ternyata tak jauh berbeda dengan Indonesia menimbulkan rasa miris. Terlebih saat deskripsi bahwa kebanyakan pelaku itu disimbolkan dengan pemeluk agama yang taat. Semacam kritik atau sindiran tajam untuk orang yang mengaku baik beragama, namun lupa berakhlak. Hanya saja, menjelang ending yang menyedihkan, saya merasa terlalu lama mengulur-ulur penyelesaian konfliknya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"... bahwa di bawah langit yang berbeda, dan berjarak beribu-ribu kilometer, ketika didera oleh kesengsaraan yang sama, kadang-kadang jiwa manusia menyerah pada setan yang sama." (Hlm. 12)

"Apa artinya menyesuaikan diri? Itu artinya melakukan berbagai hal seperti yang dilakukan orang, menutup mata bila perlu, menyisihkan prinsip dan idealisme, tidak menghalangi 'sistem' yang berjalan, pendeknya belajar maling dan berbagi keuntungan dengan yang lain. Aku tidak bisa begitu. Bohong pun tak bisa. Aku tidak cerdik. Aku cuma tahu bahwa apa yang disebut mereka 'sistem' itu tidak cocok bagiku. Kuakui bahwa aku menyenangi peran ini. Peran ini unik, jarang, dan perlu ada. Aku mengabdi meskipun istri dan anak-anakku tidak bisa hidup dengan leluasa. Itu kebanggaanku. Aku sadar kebanggaan itu tidak menolong mereka." (Hlm. 24)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget