Pages

26 May, 2015

[Review buku] Lima sekawan di pulau seram

Judul: Lima sekawan di pulau seram
Penulis: Enid Blyton
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dimensi: 184 hlm, 18 cm, cetakan kelima belas februari 2013
ISBN: 978 979 22 5594 2

Huwoo.. sudah lama sekali sejak saya membaca karya-karya Enid blyton. Terutama serial lima sekawan ini. Mereka adalah salah satu favorit saya. Sayang, sebab banjir koleksi buku saya sejak kecil rusak semua dan tak bersisa karena sebagian hanyut. Betapa antusias saya mendapatkan buku ini dari hadiah lomba di twitter yang diselenggarakan @klubbuku_BGR namun baru saya buka plastiknya tadi siang.

Well, membaca petualangan lima sekawan ini seperti memanggil kenangan saya di masa kecil. Imajinasi kanak-kanak saya dahulu. Betapa saya dulu mengidolakan Julian yang cerdas, penuh perhitungan dan sosok pemimpin yang baik hati. Lalu ada Dick yang aktif, pemberani, dan jahil. Georgina yang tomboy dan lebih suka dipanggil George. Timmy, anjing George yang pintar dan kooperatif. Dan terakhir Anne, gadis paling muda yang lemah lembut, suka mengatur dan penyayang--setiap membaca serial ini, saya selalu menganggap diri saya adalah Anne. Saya suka padanya.

Kali ini, mereka berada pada situasi liburan sekolah. Awalnya, mereka berjanji tidak akan menghabiskan waktu liburan ini dengan bertualang. Mereka ingin beristirahat dan menikmati liburan dengan kebersamaan di rumah. Tapi, bukan lima sekawan namanya kalau tidak terjebak pada sebuah petualangan. Berawal dari permintaan Bu Layman yang tinggal di rumah tua di atas bukit yang memiliki pemandangan indah, untuk menjaga cucu lelakinya selama ia pergi ke kota. Cucu lelaki berusia sepuluh tahun bernama Wilfrid itu memiliki karakter menyebalkan, tidak tahu aturan, tapi sangat menyayangi binatang. Hingga Timmy, yang begitu selektif terhadap orang baru pun langsung akrab dengannya. Hal itu membuat George agak cemburu.

Suatu hal yang terjadi membuat lima sekawan tak sengaja terdampar di pulau seram. Pulau itu dikenal dengan beragam desas-desus menyeramkan dan memiliki nama lain yang juga menakutkan, seperti hutan bisikan, tebing tangis dan merupakan kawasan terlarang. Ketaksengajaan itu tak semakin berlanjut tatkala Dick menemukan sebuah pintu rahasia di dinding sumur. Dan mengungkap tempat persembunyian harta karun serta sindikat kelompok pencuri jahat.

Memang, membaca buku ini tak lagi semendebarkan dahulu, saat saya masih berusia kanak-kanak. Tapi, sensasi bertualang itu masih saya dapatkan. Kemasannya pun lebih menarik dibanding buku saya dahulu yang begitu tua.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget