Pages

24 May, 2015

Pay goes to bandung

Kondangan plus rihlah ke Bandung

Sabtu, 23 Mei 3015

Berawal dari undangan pernikahan Dina dan Aji--relawan Pecinta Anak Yatim yang juga bersinergi dalam usaha @alladzubrownies--di Bandung. Kami bertujuh belas (ka ajeng, omnya ka ajeng, kiki, ikri, ka sipan, shanti, musril, andi, fahmi, bang al, ka fifi, ka tika, ka agnes, mba yani, ka ulya, ka sizul dan saya tentunya) merancang perjalanan ke bandung. Bermodalkan dua mobil, milik ka ajeng yang dikemudikan omnya dan milik ka fifi yang dikemudikan bang al kami berangkat. Oh ya, budgetnya per orang Rp 200.000 (PP bensin, tol, parkir, patungan kado dan penginapan). Meeting point di Masjid Istiqlal pukul 05.30, tapi realitanya kami baru full kumpul dan berangkat pukul 07.30. Begitulah namanya kalau jamaah, mungkin kamu menjadi lamban, tapi kuat hingga akhir.. hihii.. butuh banyak legowo dengan tiap karakter.

Sepanjang jalan, kami berkoordinasi melalui sebuah grup whatsapp bernama "pay goes to bandung" dan iring-iringan. Tiba di lokasi, Hotel Posters MICE bandung bertepatan dengan azan zuhur. Acara dimulai pukul 11.00 hingga 14.00 WIB, namun kami bergegas salat dan touch up hingga pukul 12.30. So far, kami menikmati sajian walimahan hingga akhir. Bahkan ada yang sempat menyumbang lagu (saya, ka tika, ka agnes, dan ka ajeng) berjudul just the way you are dari bruno mars. Hanya saja, sepertinya itu lebih tepat disebut ngobrol pake mic di podium, karena kami tak begitu menguasai lagu.. haha. Lalu pengantinnya pun cukup kooperatif, mau diajak selfi-selfian.

Selepas itu, seharusnya rundown kami adalah jalan-jalan ke lokasi KAA Bandung dan Masjid. Tapi, rencana manusia selalu kalah sama rencana sang maha. Kami malah sibuk putar-putar cari penginapan karena awalnya mau mabit di DT (Daarut Tauhid) tidak jadi. Hingga menjelang maghrib, setelah bersusah payah karena hampir semua penginapan full, akhirnya kami mendapatkan penginapan di kawasan DT. Kami menyewa tiga kamar. Dua kamar khusus wanita dan satu kamar khusus pria dengan total Rp 550.000.

Kami beristirahat di kamar masing-masing hingga isya. Saya sekamar dengan ka tika, ka fifi, ka agnes, ka ulta, dan shanti. Di kamar kami hanya terdapat satu kasur ukuran king. Kami mengukur badan, dengan tidur dimiringkan ala ikan teri agar muat berenam. Namun jadinya memang sangat sesak dan tak bisa bergerak. Ka ulya dan ka tika mengalah untuk tidur di karpet bermodalkan satu bantal dan satu selimut untuk menghalau dinginnya udara bandung. Ada kejadian heboh kecil di kamar mandi kamar kami. Saat giliran ka agnes mandi, ia begitu bersemangat memutar keran air hingga patah. Beberapa menit air pun mengalir deras. Kami mencari ibu pemilik penginapan untuk meminta keran pengganti, namun sayang ibunya tidak ada di tempat. Akhirnya kami meminta pertolongan para lelaki untuk menahan laju air yang mengucur deras. Alhamdulillah, terselamatkan dengan peralatan seadanya. Maafkan kami, ibu pemilik penginapan... hehe

Selepas isya, kami kelaparan. Kami pun berangkat untuk makan malam di punclut, sembari melihat pemandangan bandung dari atas ketika malam hari. Semacam bukit bintang, kiasan untuk beragam lampu rumah, jalanan, dan kendaraan yang terlihat berkelap-kelip seperti bintang. Hingga pukul 21.00 malam kami di sana, sempat mengabadikan beberapa kenangan  kebersamaan melalui foto. Di tengah kebersamaan itu, ternyata ada protes kecil dari salah satu teman kami, Fahmi. Dia agak menyesal melihat foto kebersamaan kami di beragam medsos, sedangkan dia tak ada di dalamnya. Maafkan kami, fahmi dan kak sizul, bila membuat iri... itu semata ekspresi kegembiraan kami atas kebersamaan ini.

Lanjut setelah makan di punclut, kami keliling kota bandung. Niat awalnya ingin makan pancake durian, namun ternyata tutup. Jam menunjukkan pukul 23.00 malam. Ternyata omnya ka ajeng ada janji temu dengan temannya di sebuah kafe. Semua ikut menemani makan, kecuali saya, ka tika, dan ka agnes yang kembali ke mobil karena kelelahan. Pukul 24.00 kami pulang ke penginapan.

~~~~~~~~~~~~~~
Minggu, 24 Mei 2015

Rencananya kami akan berangkat ke tebing keraton, gua jepang, dan gua belanda pagi hari. Lalu belanja oleh-oleh dan pulang ke jakarta siang, sehingga sampai di jakarta tidak terlalu malam. Nyatanya, rencana molor lagi... haha. Semua kelelahan dan bangun kesiangan. Sebenarnya cewek-cewek sih bangun pagi, namun persiapannya agak lama. Sempat antre kamar mandi di dalam kamar dan akhirnya mandi di kamar mandi luar, disebabkan kamar mandi di dalam kamar airnya mati. Sekitar pukul 07.00 kami sudah rapi dan bergegas membelikan sarapan di sekitaran DT, sekalian melihat-lihat kawasan DT. Kami berkeliling ke masjid DT, kawasan pesantren dan akhirnya kembali ke penginapan. Pukul 09.30 kami baru siap berangkat. Perjalanan pun dimulai kembali, ke tebing keraton. Ternyata ada penutupan jalan, sehingga omnya ka ajeng memilih jalan alternatif. Sayangnya, jalan yang dipilih begitu tajam dan berbatu. Mobil ka fifi, grand livina berisi tujuh orang, beberapa kali sempat tidak kuat menanjak. Sempat khawatir juga, karena jalannya benar-benar ekstrem. Setelah kembali ke jalan yang benar, ternyata kami mendapat info bahwa tebing keraton sudah penuh dan kami kesiangan. Kami tiba di sana menjelang zuhur, dan memang panas sekali. Akhirnya dengan berbagai pertinbangan, kami memutuskan tidak jadi ke tebing keraton. Kami langsung menuju ke gua belanda dan gua jepang.

Karcis masuknya Rp 11.000 kata ka agnes. Saya kurang paham, karena semua biaya diatur oleh shanti. Sebelum masuk ke gua jepang, kami memutuskan salat dan makan dahulu. Kemudian lanjut jalan ke gua jepang dan gua belanda. Gelap sekali di dalam gua, untungnya ka agnes sudah mengingatkan untuk membawa senter. Ada sih orang yang menyewakan senter di tiap gua seharga Rp 5.000. Juga ada jasa penyewaan kuda bagi yang lelah berjalan kaki ke sana.

Saat di dalam gua jepang, saya merasa seperti di dalam rumah batu patrick di film spongebob atau flinstones. Rapi, masih berbentuk batu, ada beberapa kelelawar, dan besar-besar. Tapi saat di gua belanda, hawanya berbeda. Mungkin karena belanda menjajah kita 350 tahun, dan gua itu memang dibangun untuk penjara serta tempat penyiksaan, sehingga lebih seram dan kuat kesan mencekamnya. Saya menemukan banyak tiang gantungan tempat mengikat tali untuk tahanan. Juga ada dua ruangan yang begitu berbeda hawa dan baunya. Pintu masuknya pun kecil, berupa dinding berlubang yang dibobok asal. Sangat berbeda hawa di dalam ruangan itu, karena katanya ada sesajen juga di sana. Saya langsung menuju keluar setelah dari ruangan itu, tak tahan membayangkan penyiksaan orang-orang Indonesia di dalam ruangan itu. Teringat semua buku bacaan sejarah kita dahulu. Menyedihkan...

Kami mengabadikan beberapa momen di depan gua. Lalu kembali bergegas pulang. Di perjalanan kembali ke parkiran, saya sempat menemukan laba-laba besar cantik  yang sedang menjerat serangga yang cukup besar pula dan memotretnya. Jam menunjukkan pukul 14.00 saat saya menunggu teman-teman berkumpul di parkiran.

Sebelum pulang, kami makan dulu di Selasih yang menyediakan banyak menu dengan harga terjangkau. Suasananya enak, nyaman, dan membuat kami agak lama di sana. Hingga pukul 17.00 kami baru berangkat pulang.

Sepanjang perjalanan, saya tepar. Sempat meminum paracetamol dari shanti, yang membuat saya begitu mengantuk. Sehingga saya agak seperti fly, mengawang, dan lost in time. Tidak ingat pukul berapa dan di mana. Samar yang saya ingat, kami sempat berhenti di km. 97. Sepertinya teman-teman salat dan membeli oleh-oleh. Saya diam saja di mobil, karena memang sedang berhalangan salat dan kembali tertidur. Tiba-tiba dibangunkan kembali dan ternyata ka ulya dan mba yani pindah ke mobil ka ajeng. Semua itu dilakukan demi mengantar saya ke bogor. Masyaa allah, saya terharu sekali. Terima kasih kesayangan cupcupmwaaahh... tapi, saya kembali mengawang, sempat tertidur lagi dan agak kurang sadar dengan sekitar. Yang saya ingat saat sudah sampai di bogor. Saya diantar sampai depan McD Pajajaran dan naik angkot 05. Barulah saya mengaktifkan ponsel dan menghubungi tukang ojek yang saya kenal. Beruntung, bogor tidak sedang hujan dan tukang ojek tersebut bisa menjemput saya. Sesampainya di rumah, saya tidak bisa langsung tidur. Masih khawatir menunggu kabar dari teman-teman. Agak malu sebenarnya, karena saya, mereka jadi lebih malam pulangnya. Ditambah mereka semua bekerja keesokan paginya. Tidak seperti saya yang masih bisa lelap hingga seharian. Setelah semua mengabari, saya pun terlelap dan baru bangun pukul 10.30.

~~~~~~~~~~~

Bukan ke mana saja, tapi dengan siapa nya itu yang selalu memberi kesan. Pantas saja rasul menyuruh kita untuk mabit minimal 3 hari dengan seseorang untuk mengetahui watak sebenarnya. Perhatikan bagaimana mereka berperilaku, memutuskan sesuatu dan memperlakukan temannya selama 3 hari tersebut. Terima kasih Allah, terima kasih komunitas @PecintaAnakYatim

Tak pernah menyesal, mengenal dirimuu....

With love,

Meta morfillah

1 comment:

Text Widget