Pages

21 May, 2015

[Review buku] The Namesake

Judul: The namesake - Makna sebuah nama
Penulis: Jhumpa Lahiri
Penerbit: Gramedia pustaka utama
Dimensi: 336 hlm, 23 cm, cetakan I agustus 2006
ISBN: 979 22 2308 8

Ini adalah karya kedua Jhumpa Lahiri, penulis asal India, yang saya baca. Saya mengenalinya kali pertama melalui novelet berjudul  Dua Saudara yang begitu tipis dan dikemas begitu jadul. Menarik sekali ketika mendapati bahwa perempuan ini mampu membuat novel tebal. Dan dengan ide sederhana serta detailnya yang justru tidak membuat saya bosan.

Cerita diawali oleh kelahiran anak lelaki pertama Ashoke dan Ashima. Ashoke, seorang pemuda India yang datang ke Amerika membawa segudang harapan. Kecelakaan yang dialaminya beberapa tahun lalu, membuatnya ingin menjauh dari tanah kelahiran dan memulai kehidupan yang benar-benar baru, berjuang melupakan trauma. Sementara Ashima, istrinya mengawali kehidupannya di Amerika dengan kesedihan, karena ia harus jauh dari keluarga dan kampung halaman yang begitu ia cintai demi mendampingi suaminya. Di tengah berbagai perasaan yang berkecamuk itu, lahirlah anak lelaki mereka. Seharusnya nama anak mereka diberikan oleh nenek Ashima, namun jarak yang begitu jauh, surat yang tidak pernah sampai dan kondisi nenek yang berubah drastis, ditambah kerumitan birokrasi, membuat anak lelaki mereka tak diberikan nama sesuai tradisi Bengali. Ashoke malah memberinya nama Gogol. Nama yang terlintas seketika saat dirinya diminta mengisi dokumen rumah sakit kelahiran anaknya. Nama yang kelak akan sangat dibenci oleh anaknya tersebut. Nama yang begitu aneh, absurd, bukan dari India atau pun Amerika, tempat yang terkait dengan dirinya. Melainkan nama seorang penulis Rusia, yang digemari ayahnya. Gogol begitu kecewa dengan namanya, dan berharap bisa mengganti namanya.

Hal itu--mengganti nama--sungguh ia lakukan di usianya yang kedelapan belas tahun. Ia mengubahnya menjadi Nikhil. Namun 18 tahun orang-orang yang mengenalnya sebagai Gogol tetap memanggilnya Gogol. Tidak ada yang berubah bagi mereka. Konflik batin terkait namanya ini pula, yang membuat Gogol berusaha menjauhi keluarganya. Mengingkari dan menghindari orang-orang yang mengenalnya sebagai Gogol. Nikhil, dengan panggilan itu ia merasa dirinya sebagai pribadi baru yang jauh lebih percaya diri, mandiri, dan dengan mudahnya mengabaikan orang tuanya yang dianggap konvensional. Meski ia tahu alasan sesungguhnya sang ayah memberikan nama itu, bahwa bukan sekadar nama pengarang kesukaannya.

Beragam rangkaian kehidupan secara detail digambarkan oleh penulis, lengkap dengan karakter tiap tokoh yang hadir di buku ini. Mulai dari orang tua Gogol, Gogol sendiri, Sonia adiknya, wanita-wanita yang pernah hadir dalam hidup gogol, saudara, nenek, kakek, tetangga bengali di amerika, hingga teman-teman amerikanya. Klimaks yang juga menjadi antiklimaks yang mengharukan sepanjang cerita ini adalah saat ayah gogol meninggal. Bagaimana Gogol menyadari betapa tegarnya sang ayah berjuang dan kesepiannya sang ibu di masa senja.

"Bahwa para orangtua harus berhenti mengharapkan anak-anak mereka pulang dengan setia pada saat liburan." (Hlm. 192)

"Rasanya aku sudah menginjak usia saat aku ingin orang-orang melupakan ulang tahunku," (Gogol, hlm. 251)

Saya suka cara penulis mengurai dan memotret keluarga kecil ini dengan begitu dalam, begitu dekat dan penuh perasaan. Cara menceritakan perbedaan budaya, tradisi, hingga konflik batin yang membuat saya terhanyut dan seakan bisa mendalami semua emosi karakternya dalam waktu 6 jam menghabiskan novel ini. Kesadaran yang ditimbulkan dari pertanyaan sederhana, "Apa sebenarnya makna di balik sebuah nama?" Lalu kesadaran bahwa perlahan, seiring usia kita... semakin sedikit orang yang mengingat nama kita dengan baik. Sebab, perlahan mereka mulai pergi meninggalkan dunia ini. Tak terkecuali sang pemberi nama kita, yang memasukkan makna ke dalam nama kita--biasanya adalah orangtua.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget