Pages

20 May, 2015

[Review buku] Kedai 1002 mimpi

Judul: Kedai 1002 mimpi
Penulis: Valiant Budi
Penerbit: Gagas Media
Dimensi: iv + 384 hlm, 13 x 20 cm, cetakan pertama 2014
ISBN: 978 979 780 711 5

Awalnya saya kira buku ini adalah fiksi, namun ternyata saya salah. Buku yang saya dapatkan dari hadiah sebuah perlombaan di grup komunitas ino ternyata adalah seri kedua. Seri pertama buku ini berjudul Kedai 1001 mimpi. Judul itu diambil dengan pertimbangan penulis bekerja di kedai kopi, di negeri 1001 malam (Arab), dan kisah perjalanannya terasa seperti mimpi. Meski covernya terlihat menarik, saya tak tergerak membaca buku ini di antara beragam pilihan buku yang belum saya baca. Mengapa? Karena sebelumnya saya pernah membaca karya penulis berjudul Bintang bunting, yang menurut saya kurang memuaskan. Sayangnya, saat saya ingin membandingkan gaya penulis di buku ini dan buku sebelumnya itu, buku bintang bunting kepunyaan saya dihilangkan oleh teman yang meminjam.

Well, di buku ini saya suka gaya bercerita Vabyo yang interaktif, menarik, dan cukup humoris. Beragam pengalamannya sebagai mantan TKI di Saudi Arabia yang sebenarnya miris dan menyedihkan malah saya nikmati dengan tersenyum. Tapi mungkin memang pengalaman buruk itu lebih membuat kita kreatif. Berkat pengalaman kerja yang tidak menyenangkan itu, vabyo justru melahirkan buku, menulis lirik lagu untuk boyband terkenal di Indonesia, serta membuka kedai kopi! Persis seperti pekerjaannya di Arab dahulu.   Meski beragam hal baik mulai datang dalam hidupnya setelah balik ke Indonesia, tepatnya bandung, ternyata Vabyo belum bisa bernafas lega.

Ada banyak komentar negatif, teror, mimpi buruk yang sering berulang hingga vabyo memutuskan mengonsumsi obat penenang. Bahkan teror itu tak sebatas di dunia maya, melainkan secara fisik pun sering ia alami. Seperti ban mobil yang sering dikempeskan, didorong saat sedang berjalan oleh pengendara motor yang merupakan hatersnya, hingga pengunjung kedai yang aneh dan mencari masalah. Tapi semua itu menjadi tak berarti saat ia mendapat kabar ayahnya sakit. Semua masalah yang menderanya, menjadi tidak berarti dibandingkan kekhawatiran terhadap keadaan orang yang dicintainya.

"Ayah bukan bapak terbaik di dunia, tapi aku juga bukan anak tersoleh yang bisa ayahku banggakan. Dan bisa jadi, justru karena itu kami dipasangkan." (Hlm. 270)

Semua hal melelahkan itu, ia obati dengan travelling sendirian ke luar negeri, sembari mempraktikkan self healing yang ia pelajari dark reza gunawan. Di akhir bukunya, vabyo menyertakan bonus tulisan dark blognya, bonus resep saudi champagne dan hummus versi anti drakula, bonus artikel ngendon di london (dan ini yang paling bikin saya iri dan mupeng pengen ke london), bonus surat cinta dark 2 penggemarnya, dan nukilan beserta review tentang buku pertama seri ini: kedai 1001 mimpi. Ada kutipan yang saya suka di nukilan tersebut,

"Maaf, tapi di negara miskin saya itu, saya lebih banyak tersenyum. Tak terbeli dengan ribuan riyal. Lagi pula, semua kebusukan negara saya, Indonesia, ada di negara lain, kok. Tapi keindahan Indonesia belum tentu dimiliki negara lain." (Vabyo, hlm. 371)

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang, karena saya merasa seperti ada bagian yang terpotong di tengah cerita tentang pengalaman vabyo di saudi yang tiba-tiba berganti menjadi liburan di luar negeri.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget