Pages

13 May, 2015

Ini pengalaman pertama berhijabku. Kalau kamu?

Kapan kamu mulai berhijab?
Mengapa kamu mau berhijab? Apa alasannya yang membuatmu yakin untuk berhijab?


Well, pertanyaan macam itu biasanya akan terus ada saat teman-teman mengetahui perubahan kita dari yang belum berhijab, menjadi berhijab. Setiap orang pun akan menceritakan beragam pengalaman pertamanya hingga memutuskan berhijab. Sebagian besar mungkin ada kemiripan cerita, sebagian ada yang begitu mudah dan sebagian pun ada yang begitu sulit. Saya pun masih penasaran dengan sebagian teman-teman yang memutuskan berhijab. Terlebih bila mereka dahulunya “The most wanted girl” di sekolahnya, atau begitu populer dan eksis. Dari keingintahuan itu, saya mendapatkan sebagian cerita. Berikut ceritanya:


Siti Pandan

Aku berhijab untuk pertama kalinya ketika memasuki tingkat dua. Itu pun sebenarnya juga karena terpaksa. Terpaksa karena sudah terlanjur berjanji dengan seorang teman.
Sebenarnya waktu berumur 9 tahun, aku sudah pernah berhijab. Tetapi mungkin kondisinya pada saat itu karena masih kecil dan belum mengerti apa-apa, jadi ketika berumur 12 tahun (atau lebih tepatnya lulus SD) aku melepas hijab, karena memang masih iri dengan teman-teman yang lain. Waktu jaman itu, kadang aku suka iri dengan teman-teman yang rambutnya bisa dikuncir, dikepang atau hanya sekedar diberi penghias jepitan.
Kembali ke jaman sekolah tingkat dua, aku berhijab pun juga awalnya karena pada saat itu ada seorang teman perempuan (seorang aktivis keputrian) yang tiba-tiba memberikan aku sebuah hijab (jilbab). Bukan hanya itu saja, ada juga seorang aktivis rohis (seorang lelaki atau ikhwan) yang tiba-tiba juga memberikan aku sebuah buku kecil yang judulnya “1001 alasan mengapa harus berjilbab”. Dari situ aku mulai berpikir, apa mereka sengaja melakukan ini semua? Mengapa bisa secara bersamaan mereka memberikan aku sebuah hadiah itu? Dan mungkin karena masih muda, emosi masih suka labil, timbul pro kontra dalam diri aku (antara ingin berhijab dan tidak berhijbab).
Sebelumnya aku pun meminta ijin dengan kedua orangtua ku, boleh atau tidak aku berhijab. Dan alhamdulillah, ijin dari bapak sudah kudapatkan tetapi ketika meminta ijin ke ibu, beliau membuatku agak sedikit ragu. Sekali lagi ibu meyakinkanku apakah aku sudah mantap dengan keputusanku saat itu, karena ibu tidak ingin aku seperti dulu yang sudah berhijab tetapi aku lepas lagi. Tetapi setelah aku berpikir dan yakin dengan keputusan kusaat itu, mulai lah aku berhijab.
Kondisi pada saat setelah berhijab membuatku menjadi nyaman karena pada saat itu sudah jarang lelaki (lebih sering kakak kelas yang lelaki) yang terlihat menggoda atau sekedar menyapa. Dan aku pun kemudian diberikan amanah dari sekolah untuk membantu teman-teman keputrian dalam hal kepengurusan musholla di sekolah.

Dari situlah awalnya aku belajar tentang islam. Aku jadi sering ikut liqo dan ta’lim. Dan bahkan pernah ikut demo membela Palestina sewaktu sedang gencar-gencar perang melawan Israel. Pokoknya aku belajar tentang banyak hal.
Tetapi setelah lulus sekolah dan memasuki dunia kerja, semua hal yang aku pelajari itu seakan hilang begitu saja. Aku mulai dekat dengan beberapa orang lelaki dan bahkan berpacaran dengan salah satu dari mereka. Dan aku pun jadi mulai sering gonta-ganti pacar. Putus dengan yang ini, jadian dengan yang itu. Tidak hanya itu saja, aku jadi lebih suka jalan ke mall atau bahkan sekedar nongkrong di kafe hingga larut malam dengan teman-teman. Padahal jika dipikir-pikir, tiada guna melakukan itu semua. 

Perlahan-lahan aku pun mulai memperbaiki cara berhijab dan berpakaianku. Dulu mungkin karena awalnya aku agak terpaksa memakai hijab tersebut, antara tidak tulus dan tidak ikhlas juga, jadi mungkin terkesan agak asal-asalan. Tetapi sekarang setelah mengerti dan memahaminya, insyaAllah semua bermulai dari hati dan semata-mata karena untuk Allah.
Tapi dari situ di mulailah beberapa ujian serta tantangannya. Orang-orang yang dulu pernah mencoba untuk mendekati dan bahkan sudah menjauh, tiba-tiba mulai berdatangan lagi dan meminta untuk menjalin hubungan seperti yang dulu. Atau bahkan yang sekedar ingin bermain-main dengan perasaan ini.
Dan sekali lagi, hampir saja hati ini sempat tergoyah dan jatuh untuk ke sekian kalinya, tetapi ternyata Allah masih sayang padaku. Satu persatu mereka mulai menjauh karena setelah tau apa alasanku untuk tidak mau berpacaran.


Shanti Nur Oktavia

21 Oktober 2008, yang bertepatan juga dengan ulang tahunku. Saat itu aku kelas dua SMA. Aku memutuskan memberi hadiah yang terbaik untuk diriku sendiri yaitu dengan berhijab.Hari itu pun bertepatan dengan adanya acara keluarga. Aku memberi tahu ke keluarga bahwa aku mau seterusnya berhijab.
memutuskan berhijab tentu ada pertentangan hati, ditambah di keluargaku belum ada satu pun yang berhijab. Mamaku pun belum. Akhirnya, aku pun tidak begitu peduli dengan keadaan seperti itu. Aku tetap meneguhkan hati untuk memakai hijab. Hijab yang pertama kupakai, yang penting menutupi dada, karena buat apa memakai hijab kalau misalnya enggak langsung sesuai syariatnya. Yaa… meski pun enggak lebar, yang penting menutup dada.

Kadang malu juga kalau lagi jalan sama keluarga, cuma aku yang berhijab. Aku belum berhasil mengajak serta mama atau kedua kakakku untuk berhijab. Aku berharap lambat laun mereka mau menggunakan hijab juga.
Alhamdulillah… saat ini mama mau memakai hijab kalau keluar rumah yang jauh, tapi kalau di sekitar rumah mama masih belum rapi berhijab. Soon… semoga perlahan mau berhijab lebih rapi lagi.


Nah, itu cerita dari dua teman yang mau membagi kisahnya di blog ini.

Terus, kalau ceritamu mana, Met?

Baiklah, saya akan membagi cerita saya.

Kapan kamu mulai berhijab?
20 April 2006, saat kelas dua SMK menjelang kenaikan kelas. 


Mengapa kamu mau berhijab? Ap
a alasannya yang membuatmu yakin untuk berhijab?
Karena perintah Allah, sama aja kayak perintah salat, puasa ramadhan, dll.

Lengkapnya adalah…

Keinginan berhijab sudah ada sejak saya kelas 6 SD. Sebab saya aktif mengaji dan berprestasi.

Loh, gak ada hubungannya, Met!

Eh… ada… jangan salaaahh… soalnya karena saya aktif mengaji dan berprestasi itu, saya merasa hidup saya begitu sempurna. Saya ingin kenal sang pencipta saya. Maka tahulah saya bahwa Allah yang begitu sayang sama saya memerintahkan wanita untuk berhijab. Tapi, saat saya mengutarakan hal itu pada mama, beliau dengan tegas menolaknya. TIDAK!!
Wuidiiihh… saya mengkeret. Takut juga melihat ketegasan mama saya dan kecepatan menjawabnya. Namun setelah cooling down, ternyata alasan mama cukup rasional (Yaiyalah, mama saya kan waras, ya rasional lah!). Mama tidak mau saya memakai hijab lalu nanti bosan, lalu melepas lagi. Mama bilang, berhijablah kalau kamu sudah yakin untuk selamanya. Sebab itu perintah Allah yang tidak main-main. Saat itu di keluarga saya pun belum ada yang berhijab (Mama dan kakak perempuan saya. Kalau Bapak sama Uda saya yaaa memang enggak boleh berhijab hehe). Maka keinginan itu pun menguap dengan cepat seperti spirtus.

Lalu di tanggal 20 April 2006, tepatnya seusai salat subuh, tiba-tiba saya memutuskan ingin berhijab. Entahlah… tak ada alasan pastinya. Tiba-tiba saja saya begitu yakin ingin mengenakan hijab, seperti begitu yakinnya seorang anak kecil menginginkan es krim dan akan ngambek bila tak dituruti. Saat itu, saya bertugas mencuci baju sebelum berangkat sekolah. Nah, tempat nyuci bajunya itu bukan di dalam rumah atau di dalam kamar mandi, melainkan di teras rumah yang belum berpagar. Dan rumah saya terletak di pinggir jalan, sehingga terlihat jelaslah oleh orang yang berlalu-lalang jika saya sedang mencuci. Kendala pertama pun muncul, saya tidak memiliki baju berlengan panjang dan kerudung. Untungnya ada manset, maka saya pakailah manset itu, padahal lengan baju saya begitu pendek, jadi ada area yang belum tertutup manset dan memperlihatkan sedikit kulit serta ketiak saya. Lalu, saya ambil kerudung mama yang biasa dipakai buat acara melayat di rumah. Kerudungnya begitu pendek, macam ciput ninja kalau sekarang mah. Harganya lima ribu di Tanah Abang. Banyak banget itu di pasar Tasik tiap Senin Kamis. Eehh… kok saya malah promosi Tanah Abang!?

Lalu pergilah saya mencuci baju keluar teras. Jalanan masih sepi, belum banyak orang yang bangun di subuh hari. Tak lama, mama saya keluar mau membuang sampah dapur. Beliau keheranan melihat ada orang berkerudung mencuci di depan rumahnya. Beliau pun meneriaki saya, “Hei, siapa itu?” Lalu saya menjawab, “Meta, Maa…” Mama saya diam. Sepertinya beliau shock beberapa detik. Lalu langsung memanggil saya masuk ke dalam rumah. Saya pun disidang. Setelah persidangan panas itu, akhirnya mama mengalah pada saya dengan sedikit mengancam “Awas yaa.. kalau di tengah jalan kamu buka kerudung!” Saya pun berjanji pasti, bilang tidak akan. Namun setelah itu, mama langsung kebingungan mengenai seragam sekolah yang akan saya kenakan di hari itu. Saya menenangkan mama, bilang padanya bahwa saya punya manset putih, saya hanya meminjam kerudung putih mama saja. Alhasil, rasanya hari itu hari terjelek saya ke sekolah. Seragam maksa banget, pakai manset, kerudung model ciput ninja pendek, rok pun minjam sama saudara. Tiba di sekolah, semua teman saya yang kebanyakan lelaki (saya perawan di sarang penyamun, SMK TELKOM SPJ) mengerubungi saya. Berasa lalat banget yaa… tapi saya cuek banget, tebar senyum dan merasa hari itu saya cantik banget. HAHAHAHAH! Lalu tak lama saya disidang lagi sama guru-guru. Keputusan akhir adalah, saya harus menjahit seragam ulang, kecuali seragam olahraga. Ya, di SMK TELKOM SPJ kami semua menjahit sendiri seragam. Saat kali pertama masuk, kami diukur dan dibuatkan seragam yang insyaa allah akan muat hingga 3 tahum ke depan, paling cuma kusam atau dekil doang.
Well.. itulah pengalaman pertama saya berhijab. Kautahu? Itu tidak ada apa-apanya dengan pengalaman setelah berhijab. Bahkan saya pernah bersitegang sama kakak perempuan saya dan meninggalkan rumah (kabur) karena prinsip berhijab saya belum dihargai dengan serius. Belum lagi beragam ujian dari sisi asrama eh asmara #aseek. Hingga saya membuat mama saya sakit, dan saya merasa sangat durhaka. 

Tapi, akan sangat panjang bila diceritakan di sini. Intinya… memulai sesuatu yang baik itu memang tidak mudah. Tapi selalu ada langkah pertama, bukan? Dan dengan berhijab, bukan berarti kamu menjadi bidadari atau malaikat seketika. Justru, dengannya kamu akan semakin banyak belajar dan banyak yang harus dipertanggungjawabkan. Juga, kamu harus siap kaya. Karena semenjak berhijab, saya menjadi eksklusif! Harus ke salon muslimah, kolam renang muslimah (walau kadang saya suka ke kolam renang umum hingga sekarang), beli peralatan muslimah… beuuhh ini semua membutuhkan biaya yang mahal. Jadi saya enggak setuju banget kalau dibilang, muslimah itu kuno, kampungan. Yee… mereka gak tahu aja, justru jadi muslimah itu eksklusif. Hanya untuk orang-orang keren, mampu dan mau hahaa…

Begitulah pengalaman pertama berhijab. Tulisan ini apresiasi untuk diri saya sendiri atas perayaan 9 tahun berhijab. Semoga Allah mengistiqamahkan hati kita yang sudah berhijab hingga maut menjemput. Dengan berhijab, kita belajar sepanjang hayat (longlife learning), karena akan ada banyak yang mengingatkan kita bila kita khilaf, bila pun tidak ada, kita tentunya akan malu pada hijab kita sendiri. Itulah mengapa Allah menjaga kita—wanita—dengan  berhijab, sebab ada risiko iman, moral, dll di dalamnya.


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget