Pages

13 May, 2017

[Review buku] Sepotong senja untuk pacarku

Judul: Sepotong senja untuk pacarku
Penulis: Seno gumira ajidarma
Penerbit: Gramedia
Dimensi: xii + 208 hlm, cetakan ketiga januari 2017
ISBN: 978 602 03 1903 2

Enam belas cerita pendek yang dibagi menjadi 3 bagian: Trilogi Alina, Peselancar agung, dan Atas nama senja. Dalam Trilogi Alina, menceritakan kisah Sukab, Alina, dan Tukang Pos yang menjadi inti utama buku ini. "Sepotong senja untuk pacarku" adalah surat hati Sukab untuk Alina. "Jawaban Alina" adalah balasan surat Sukab dari Alina yang telat 10 tahun. "Tukang pos dalam amplop" adalah kisah orang ketiga, yakni tukang pos yang menyebabkan keterlambatan surat selama 10 tahun.

Sementara 10 cerpen di bagian kedua cukup rumit bagi saya. Sejujurnya saya agak mengernyit membaca "Jezebel" dan "Senja hitam putih". Sedangkan " Anak-anak senja" dan "Senja yang terakhir" seperti awal dari akhir, memutar kembali ke awal. Twist yang saya suka ada di cerpen "Mercusuar" dan "Peselancar agung". Sisanya lebih ke deskripsi dalam kisah "Ikan paus merah", "Kunang-kunang Mandarin", "Rumah panggung di tepi pantai" dan "Hujan, senja dan cinta".

Di bagian ketiga, terdapat 3 cerpen yang juga lebih ke deskripsi dan membingungkan juga bagi saya haha. Hanya "Perahu nelayan melintas cakrawala" yang saya pahami sedikit. "Senja di pulau tanpa nama" cukup membuat saya pusing dengan perpanjangan subyek/keterangan. Mengulang-ulang. "Senja di kaca spion" pun saya kurang paham.

SGA memang nomor satu dalam hal deskripsi senja. Sungguh, dia salah satu penulis yang membuat saya betah membaca deskripsi alam, terutama senja yang berulang. Biasanya saya sering melewatkan bagian deskripsi karena membuat ngantuk. Tapi jujur, memang bahasan isinya cukup berat dan rumit. Membuat saya menebak-nebak apa makna dan mau ke mana alurnya. Di buku ini disertakan pula surat asli Sukab berjumlah 2 lembar (4 halaman).

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Apakah tempat memandang yang sama akan menghasilkan penglihatan yang sama?" (H.87)

"Itulah senja, yang seperti cinta, tiada pernah tetap tinggal abadi, selalu berubah sebelum punah, meninggalkan segalanya dalam kegelapan dunia yang merana." (H.92)

"seperti kebahagiaan, yang lewat melintas dalam kenangan terbatas." (h.93)

"Aku tidak pernah membawa apa-apa, tapi selalu membawa cinta." (H.122)

"Memang tidak semua orang bisa menjadi penyair, tetapi setiap orang memiliki puisinya sendiri." (H.190)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget