Sepi di tengah keramaian |
Ada yang menyebalkan dari dalam diri ini. Fisik memang lelah, namun hati lebih lelah. Kamu tahu? Sepertinya ada yang jauh lebih kubenci daripada menunggu, yaitu ditinggalkan. Aku lelah berteriak “Jangan tinggalkan aku,”
Aku lelah dengan ini semua. Tapi kepada siapa aku mengadu? Tuhan
mungkin sudah terlalu bosan. Aku tak mau mengusiknya terus dengan keluhanku
yang menggunung.
Aku sakit. Tapi hatikulah yang paling sakit. Walau ragaku
sehat, kalau hatiku sakit apa yang dapat kulakukan? Sehat sejak dalam pikiran
saja sulit.
Ini terlalu kekanakan. Aku tahu. Aku sadar. Tapi ini
kekuranganku yang utama. Dan aku hanya bisa terdiam.
Aku ingin marah, melampiaskan kekesalanku agar semua orang
tahu bahwa aku sedang marah. Tapi aku sendiri di sini. Aku harus tahu diri.
Mau menyalahkan boss? Memang kamu siapa, Met? Seberapa pantas
kau mendapatkan perlakuan khusus? Seberapa penting kehadiranmu di sini? Bahkan sangat
mudah menggantikan arti hadirmu, Met!
Mau menyalahkan mereka yang meninggalkanmu? Hei.. kamu tahu
apa tentang hidup, Met? Mereka pun jiwa yang sudah lelah, tersakiti dan ingin
bebas. Berhakkah kamu menghalang-halangi? Kamu tidak pernah cukup pantas untuk
menghalaunya. Bahkan kamu bukan siapa-siapa mereka. Adik? Bukan. Teman? Bukan. Rekan
yang sangat baik? Bukan. Apa nilai lebihmu?
Mau menyalahkan siapa?
Ya cuma bisa salahkan diri sendiri toh! Salahmu sendiri
datang di waktu yang tidak tepat. NASIB Met, NASIB! Maka tanggunglah
kekesalanmu sendiri saja. Nikmati bahwa kamu akan kembali terasing. Sendiri. Karena
itu hakikat sejati tentang hidup ini. Kamu akan SELALU ditinggalkan. Karena kamu
tidak pernah tega meninggalkan. Maka kamu harus menerima pilihan itu.
Ah, C’est la vie,
Met.
Menangis saja… walau tidak akan pernah menyelesaikan
masalahmu.
Pergilah. Menghilang sajalah (lagi)! Bukankah itu
keahlianmu? Lari dari masalah. Lalu kembali dengan wajah tak berdosa, seakan
tak pernah terjadi apa-apa. Memorimu akan otomatis mengapus kenangan jelek
tersebut. Itu kelebihan—atau kelemahan?—utamamu bukan? Lalu perlahan kau akan
dijauhkan. Kredibilitasmu akan hancur. Yaa… nikmati saja, Met. Itu pilihanmu.
Meta morfillah
menangis lebih baik daripada menahan tangis padahal hati meringis #eaaa #maksa
ReplyDeleteakhirnya aku tahu namamu, sebab minggu kemarin cuma mendengar samar saja, hehe. namamu meta, ya? salam kenal. senang ketemu di #BincangBuku kemarin :)
Sometimes we must be hurt in order to grow, fall in order to know, LOSE in order to gain, and sometimes we have to be broken so we can be whole again.
ReplyDeleteDan bagi hati dan lisan yg tak mampu lagi mengeluh, air mata adalah ungkapan yg paling jujur yg mampu meringankan bebanmu.
*big hug*
{}
*#uhuk buat comment yg sebelumnya.... haahahhhaah
Fotonya keren met :)
ReplyDeleteHai Cepi, Makasih sarannya. Senang juga bertemu kamu, nambah lagi kenalan penulis :)
ReplyDeleteKak Liliiiiiiiii..... iiihhh... sempat-sempatnya godain orang yaaa *emot cubit*
Ya kaa.... belajar dewasa itu menyakitkan yaaa, but it's a must (T__________T)
Puthut, Thank you, yang motoin fotografer pre wed soalnya. Candid tapi karena subjeknya kece ya fotonya tetep kece *ups*