Jadwal Piket
“Duh, berantakan
sekali!” keluh Malud saat ia melihat keadaan ruang tamu yang berserakan kertas
warna bekas prakarya Laya yang belum dibersihkan. Sebagai lelaki, Malud adalah
pribadi yang agak cerewet mengenai kerapian. Gadis, Tria dan Zou yang sedang
asyik menonton televisi di ruang tengah menolehkan kepala mereka serentak
mendengar keluhan Malud. Mereka melihat Malud cemberut sambil merapikan kertas
yang berserakan tersebut.
“Kayaknya kita
harus bikin jadwal piket deh!” ujar Malud sekembalinya dari membuang kertas tersebut
ke tempat sampah di teras depan.
Gadis, Tria
dan Zou saling melirik.
“Nanti malam
kita adakan rapat ya, saat semuanya sudah kumpul. Nanti aku wasap si Zaladi. Biar dia atur rapatnya,”
Gadis, Tria
dan Zou hanya mengangguk patuh. Sepertinya Malud sedang lelah, hingga ia jadi
lebih banyak bicara dari biasanya.
***
Seusai makan
malam, Zaladi mengumpulkan semua penghuni kamar di rumah nomor 22 tersebut.
Atas permintaan Malud, maka dibuatlah sebuah rapat di ruang tengah. Walau agak
lelah dan ingin cepat masuk kamar untuk tidur, Gadis tetap mengikuti rapat
tersebut karena ia sekarang merupakan bagian dari mereka.
“Assalammu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,” ujar Zaladi membuka rapat.
“Walaikumsalam
warahmatullahi wabarakaatuuhh,” terdengar koor kompak suara seluruh penghuni
rumah.
“Teman-teman,
maaf sebelumnya saya sudah menyita waktu kalian demi rapat ini. Tapi ada hal
penting yang harus kita bicarakan mengenai masa depan rumah kita, tsaahh…,”
“Eaaa…, rumah
kita,” ujar Setyo menimpali perkataan Zaladi yang agak merayu dengan gaya
kemayunya yang dibuat-buat sehingga menjadi lucu.
“Woy, fokus
woy!” ujar Jaslim dengan tegas.
“Iya, maaf.”
“Nah, jadi
berdasarkan keluhan Malud dan beberapa keluhan penghuni lainnya juga sih,
seperti Gadis, Jaslim, Tria dan Zou tentang kerapian dan kebersihan rumah kita,
sepertinya kita harus menggalakkan jadwal piket seperti di jaman sekolah dulu.
Bagaimana?”
“Setujuu…,”
koor Jaslim, Gadis, Tria, Zou dan Malud. Sedangkan sisanya mengangguk-angguk
menyetujui.
“Nah, biar
adil kita voting aja namanya ya. Di sini kan ada enam belas orang. Nah dibagi
tujuh hari berarti sekitar dua orang per hari. Nah, sisanya dua orang kita
tempatkan di hari Sabtu dan Minggu. Karena weekend gitu biasanya kan semua pada
di rumah soalnya jomblo,” ujar Zaladi tersenyum.
“Yeee… enak
aje, gw ngapel tiap malam minggu. Sori bro, gw gak bisa hari Sabtu,” ujar
Setyo.
“Kurang asem,
Zal,” timpal Zou.
“Lo doang kali
yang jomblo, Zal,” ujar Jaslim disambut anggukan seluruh penghuni rumah
disertai berbagai komentar mereka masing-masing sehingga suasana langsung ramai
dipenuhi tawa.
“Hahaha…, iya
iya. Pada gak mau ngaku jomblo padahal mah emang jomblo. Gak ada yang diapeli
atau pun ngapelin. Eh udah, langsung voting aja. Siapa yang mau ngisi di hari
apa gitu. Misalnya kayak Setyo tadi, gak mau di hari Sabtu,”
“Yah, jangan
gitu dong. Dikocok aja, biar adil. Tar pada gak mau milih hari Sabtu atau
Minggu, njur kudu piye?” ujar Tina
memberi usul.
“Hmm… iya
juga, betul tuh kata Tina,” Fauzi menimpali. Asal tahu saja, Fauzi ini menyimpan
rasa suka pada Tina, sehingga apa pun yang Tina katakan ia pasti mendukung dan
mengiyakannya.
“Iya, aku juga
setuju usul Tina,” ujar Laya.
“Ya, Zal.
Dikocok aja biar pada terima. Mau gak mau itu udah tanggung jawab. Kalau pun
memang gak bisa di hari itu nantinya, coba ditukar jadwal aja. Masak iya sih
nggak bisa terus-terusan. Lagian piket kan gak seharian juga, pun ngapel,”
cengir Gadis sembari melirik Setyo.
“Hahaha…, iya
dah. Ikut aturan dah,” ujar Setyo.
“Oke, kalau
gitu kita kocok yaaa…, tolong dong buatin kocokannya, Senin sampai Jumat
ditulis dua kali. Sabtu dan Minggu ditulis tiga kali,” ujar Zaladi.
Foren dan Ilma
berinisiatif membuat kocokan tersebut. Tidak sampai lima menit, nama-nama hari
itu telah tergulung di sebuah kertas dan siap dikocok.
“Oke, langsung
bagikan saja dan semua ambil satu per satu. Jangan dibuka dulu sebelum aku
suruh buka,” ujar Zaladi.
Dyani langsung
maju dan membagikan kocokan tersebut ke seluruh penghuni rumah. Saat semua
sudah memegang undian, Zaladi berkata “Laya, tolong catat hasilnya ya. Nanti
pindahkan ke Microsoft Word lalu diprint dan ditempel. Nah, sekarang dimulai
dari aku ke kanan, sebutkan nama hari kalian. Boleh dibuka sekarang,”
Serentak mereka membuka gulungan kertas mereka masing-masing.
Serentak mereka membuka gulungan kertas mereka masing-masing.
“Gw Senin,”
ujar Zaladi.
“Aku Kamis,”
ujar Malud.
“Aku Kamis
juga. Wah, kita jodoh, Mal!” ujar Zou seakan ingin memeluk Malud, namun
ditepiskan Malud yang merasa geli dengan tingkah Zou.
“Hahaha…, aku
Minggu,” ujar Fauzi dengan penekanan di huruf ‘g’ ketika mengucapkan ‘Minggu’
karena logat Malangnya.
“Gw Jumat.
Alhamdulillah, malam minggu gak disuruh piket, hahahah.” Setyo terbahak sendiri,
sementara yang lain menggelengkan kepala melihat ulahnya.
“Gw Sabtu,” sahut
Jaslim.
“Rabuuu,” ujar
Gadis.
“Minggu,” ujar
Tria.
“Aku Minggu juga.
Yess, ada Tria yang rajin. Aku bagian mandor aja, hahaha,” ujar Fathia dengan logat
khas bataknya.
“Enak aja, kerja
juga kamu,” ujar Tria sambil mencubit pelan Fathia yang tertawa.
“Aku Sabtu, bareng
Kak Jaslim,” ujar Foren.
“Aku juga. Sabtu,”
ujar Dyani.
“Pas banget tuh,
cewek jomblo semua…, ADAWW!!” celetuk Setyo yang kemudian dijitak oleh Jaslim.
“HAHAHA…, rasain,”
ujar Fathia terbahak.
“Aku Jumat,” ujar Via sembari tersenyum.
“Yess, bareng Kak
Via. Setidaknya ada cewek yang lebih ngerti caranya bersihin rumah, hahaha…,” ujar
Setyo disertai cengiran tengilnya.
“Dasar playboy!”
sahut Laya dengan logat Makassarnya.
“Aku Senin,” ujar
Naita.
“Wah, kita berjodoh,
Naita. Semoga dengan adanya piket ini, kita mampu belajar merapikan rumah tangga
kita nanti, ya,” ujar Zaladi dengan gaya playboy cap kabelnya.
“Hweekk…,” Laya,
Gadis dan Jaslim meniru pose orang mau muntah mendengarnya.
“Iya ya, Zal,”
Naita menimpali.
“Issh,, kalian
ini bikin eneg aja,” sahut Laya namun dengan wajah tersenyum.
“Aku Selasa,” ujar
Tina.
“Aku Rabu, bareng
Kak Gadis,” sahut Ilma.
“Terakhir aku,
ya. Aku hari Selasa,” ujar Laya.
“Coba dibacakan
ulang jadwalnya, Laya,” pinta Zou.
“Oke. Jadi hari
senin itu jadwalnya Zaladi dan Naita. Selasa, Tina dan aku. Rabu, Kak Gadis dan
Ilma. Kamis, Malud dan Zou. Jumat, Setyo dan Via. Sabtu, Kak Jaslim, Dyani dan Foren.
Minggu, Fauzi, Tria dan Fathia. Ada yang belum kesebut? Atau salah? Protes sekarang,
biar langsung aku betulkan,”
“Sudah benar semua,
Laya. Terima kasih,” ujar Gadis.
“Oke, kalau begitu.
Besok jadwal ini akan ditempel oleh Laya dan mulai dijalankan yaa. Berarti besok
yang bertugas adalah Malud dan Zou. Selamat. Rapat saya tutup dengan hamdalah,”
ujar Zaladi.
“Alhamdulillaah,”
serempak semua mengucap hamdalah.
“Selamat beristirahat
semuaanyaa,” ujar Gadis.
Jam di dinding
telah menunjukkan pukul 21.00 WIB, mereka pun membubarkan diri. Sebagian langsung
menuju kamarnya, sebagian masih ada yang asyik mengobrol di ruang tengah. Gadis
merasa lelah karena harus berangkat pagi besok, maka ia langsung masuk ke kamarnya.
Tidak sampai lima menit, ia sudah pulas menuju lautan mimpi.
(bersambung)
Meta Morfillah
No comments:
Post a Comment