Pages

09 June, 2014

Pillow Talks

Kalian tahu apa itu pillow talks? Atau jangan-jangan kalian sering melakukannya, namun tidak tahu namanya?

Pillow talks adalah aktivitas ngobrol sebelum tidur dengan pasangan. Makanya dinamakan pillow, karena biasanya saat kita sudah merebahkan tubuh di atas kasur dan memakai bantal--bersiap untuk tidur. Berdasarkan penelitian, pillow talks ini sangat dianjurkan, karena di sanalah saat memperbaiki komunikasi yang mungkin kurang intens atau kuantitas untuk quality timenya kurang. Menurut saya pribadi, pillow talks ini tidak hanya berlaku untuk pasangan, tapi untuk siapa pun yang dekat dan tidur bareng Anda. Bisa saja dengan ibu, kakak, adik, atau sahabat kosan.

Saya sendiri baru menyadari, bahwa ternyata saya sering melakukannya dengan mama. Ya, saya tidur bersama mama jika mama sedang berada di Jakarta. Bahkan, dari jam tidur normal kami yang biasanya jam sembilan atau sepuluh malam, bisa mundur menjadi jam dua pagi karena pillow talks ini. Seperti halnya kemarin.

Awal pembicaraan selalu dipancing oleh pertanyaan mama saya mengenai apa yang saya lalui hari ini, terutama mengenai aktivitas di kantor. Lalu merembet ke arah perihal ibadah harian saya, lalu ke usia, lalu ke jodoh, lalu ke teman laki-laki saya, lalu ke keluarga inti kami, lalu rencana-rencana masa depan, lalu evaluasi dan selalu ditutup dengan ceramah mama tentang wanita yang harus kuat, tidak pengeluh dan selalu menuntut saya lebih rajin--sebab di mata beliau, saya tetaplah bungsunya yang selalu menjadi anak kecil, teledor, dan pemalas. Urutan tengah, selain topik awal dan akhir, bisa berubah-ubah, namun selalu seputar itu-itu saja. Terutama jodoh dan usia. Hampir tiap saat, mama selalu menyindir dan membahas isu ini pada saya. Mungkin karena sebentar lagi saya mau menginjak usia 25 tahun. Usia di mana mama saya menikah dengan bapak saya dahulu, dan beliau merasakan sendiri itu sudah telat. Ketika memiliki anak, kakak saya menikah di usia 22 tahun, sementara saya? Sampai detik ini, saya tak pernah mengenalkan "Ini pacar saya, Ma" yang mungkin akan membuat beliau lebih tenang. Yaa, saya memilih jalan yang berbeda, dan pertama ada di keluarga inti, bahkan keluarga besar saya, baik dari pihak keluarga bapak atau pun mama. Saya berusaha untuk ta'aruf, tak mau menambah dosa dengan berpacaran. Saya cukup tahu diri, dosa saya sudah banyak.

Namun, saya pun bukan orang yang close-minded. Saya tetap berteman dengan lelaki, bahkan karena saya berasal dari SMK, yang notabene lebih banyak lelaki--hingga kami, siswi SMK itu diliput sebuah majalah kota yang terkenal, dan mendapat julukan 'Anak perawan di sarang penyamun--membuat teman lelaki saya jauh lebih banyak dibandingkan wanita. Setiap hari, setiap malam minggu, teman lelaki saya bergantian datang, main ke rumah. Seakan saya gonta-ganti cowok, padahal tidak. Itu jauh lebih aman, sebab keluarga saya mengenal semua teman lelaki saya. Tidak ada yang saya tutupi. Semua hal yang saya coba lakukan terbaik, tetap saja dikomentari pro dan kontra, negatif dan positif. Hingga terkadang, saat pillow talks saya meminta nasihat pada mama, apa yang harus saya lakukan. Sebab, seringkali saya merasa sunyi di jalan yang telah saya pilih ini. Tapi, saya pun tak mau kembali ke jalan lalu yang ramai. Pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba.

Pada saat pillow talks ini pula, saya selalu mendiskusikan dan memberi pengertian mengenai prinsip hidup saya. Apa saja keputusan yang akan saya ambil dan latar belakang saya memilih keputusan itu. Dulu, amat berat rasanya, memberitahu pilihan-pilihan hidup yang ingin saya jalani. Tapi waktu menunjukkan kuasanya. Perlahan, saya melihat setelah beratus pillow talks saya lewati dengan mama, beliau akhirnya dapat mengerti apa yang saya inginkan dan butuhkan dari dia sebagai support. Pada akhirnya kepercayaan beliau adalah sumbu utama kepercayaan diri saya, bahwa saya mampu mencapai jalan menujuNya, walau jalan itu sunyi. Walau saya merasa terkadang begitu hampa, sepi dan basi.

Orang tua, tidak akan bisa sekali kita beri penjelasan maka langsung menerima hingga mengiyakan. Mereka melihat niat dan konsistensi perilaku kita. Maka, kita pun harus sabar, dan terus menerus memberikan pengertian pada mereka. Melalui pillow talks salah satunya. Cobalah, komunikasi yang kurang intens karena waktu sibuk Anda untuk bekerja begitu padat, ditebus dengan konsistensi pillow talks barang sepuluh hingga dua puluh menit per harinya.

Lalu, rasakan keajaibannya.



Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget