Pages

09 June, 2014

Risiko menjadi bawahan

Lelah! Capek! Mumet! Sebal! Kesal! Bete!

And many else complain about our work. It's normal. That's a life. Problem always there.

Ketika positive thinking, badan sehat, semua masalah--seberat apa pun--mampu kita cerna dan selesaikan menggunakan sudut pandang yang tepat (paradigma, reframing, dl). Dengan mudah kita dapat menyelesaikan, atau setidaknya menangani dengan baik. Mengapa? Sebab saat kita berpikiran positif, hormon endorfin kita akan meningkat. Hormon endorfin adalah hormon kebahagiaan yang menghasilkan daya tahan tubuh. Itulah sebabnya, orang-orang yang ikhlas, tenang, damai dan selalu tersenyum (baik senyum palsu, ala kadarnya atau pun memaksa senyum), jauh lebih sehat dan panjang umur. Mereka membuat diri mereka awet muda, tanpa disadari.

Saat berpikir positif, kita bisa melihat permasalahan dari segala sisi. Tidak hanya sisi kita sebagai bawahan, tetapi juga sebagai atasan, customer eksternal dan internal, serta segala pihak lain yang berhubungan. Kita tidak menjadi egois, mencoba memahami dari sisi mereka, menggali win-win solution.

Tapi bagaimana bila kondisi sedang kurang sehat, terlalu banyak masalah yang menumpuk, sehingga kita jadi berpikiran negatif? Terutama untuk wanita--bukan berarti saya main gender. Sebab, ada suatu periode di mana wanita bahkan kurang dapat mengontrol dirinya sendiri ketika sedang dalam periode tersebut. Ya, periode itu adalah PMS. Kita mengenalnya sebagai Pre Menstruation Syndrome. Tapi beberapa teman wanita saya memplesetkannya menjadi Pas Menstruasi Syndrome, Pasca Mentruasi Syndrome, Pengen Marah Selalu, Pengen Manja Sesekali, dan lainnya. Hahah... Kesannya egois, ya? Wanita ingin selalu dimengerti. Tapi, jika kalian para pria merasakan sedikit saja apa yang kami alami, niscaya kalian akan sedikit berempati. Selogis apa pun wanita yang kalian kenal, bila terkena PMS, dia pun seperti tak mengenali dirinya sendiri. Tiba-tiba saja kelenjar air mata seperti membesar, sehingga mudah menangis. Sensitifitas naik, amarah mudah terpancing, ditambah secara fisik, kadang sampai pingsan, migrain, vertigo, dan lainnya. Kalau ada yang nanya, "Maumu apa, sih?"
Rasanya pengen terjunin tuh orang dari tebing. Sebab, kita sendiri coba mengendalikan lewat logika, tapi tetap aja hormon sedang tidak stabil. Makanya Tuhan membebaskan kewajiban beribadah saat wanita sedang haid. Sebab, itu dianggap sebagai sebuah penyakit.

Nah, kalau lagi kayak gitu, sering banget logika jadi tumpul. Wanita mengedepankan perasaan. Atasan--lelaki-- yang tak peduli, datang dan marah-marah. Menyalahkan bahkan tidak menghargai hasil kerja yang sudah kita kerjakan dengan versi terbaik diri kita. Rasanya pengen teriak "Hellooo.. I did my best! Can't you see it?"
Atau pengen nangis lalu pergi jauh-jauh dari orang yang sudah menyakiti perasaan kita. Timbullah berbagai macam pikiran negatif yang beranak-pinak.

"Gw pengen resign. Udah gak kuat! Capek."

"Lo gak tahu apa, gw datang pagi-pagi. Berusaha mengerjakan dan menyelesaikan tumpukan pekerjaan ini, dan lo bilang gw gak ngapa-ngapain!? Go to hell!"

"Badan gw udah gak enak, gw maksain kerja, dan ini yang gw terima!? Lo nyalahin kerjaan gw, yang setengah mati gw kerjain tanpa ada petunjuk jelas dari orang terkait. Gw yang malah lo omeli? Kayaknya gw salah muluk di mata lo? Emang siapa lo di mata gw? BELEK!"

Dan umpatan-umpatan lain yang berkecamuk. Kaki rasanya ingin lari menjauh dan tak ingin kembali ke kantor. Kalau keesokan harinya masih seperti itu, sebaiknya kita ajukan cuti. Take a breath. Exhale, inhale. Lalu kembali ke rutinitas. Kembali ke problema-problema harian. Kembali mendengar omelan, cacian, kata-kata pedas, dan kita tak kuat menerimanya. Maka resignlah. Karena diomeli, kurang dihargai dan disalahkan adalah bagian dari gaji yang kita terima. Selama kita jadi bawahan, hal itu niscaya. Hanya persoalan waktu. Kalau kita enggak kuat, ya resign saja. Tandanya kita enggak cocok jadi bawahan. Lalu ketika kita mendirikan perusahaan sendiri, coba ingat-ingat lagi rasanya ketika menjadi bawahan. Semoga kita tidak menjelma atasan terdahulu kita. Seharusnya pengalaman membuat kita lebih bijak belajar dari kesalahan, kegagalan dan kepahitan.


Meta morfillah

2 comments:

Text Widget