Pages

04 June, 2014

Akhir Pencarian

Tak ada yang lebih indah selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan, sama-sama berhenti karena telah selesai mencari. Tak ada yang akan pergi, sebab tahu bagaimana sulitnya mencari.


Pernahkah kamu memiliki pemikiran yang sama denganku, Sayang?

Mengapa kita dipertemukan pada usia yang tidak lagi muda, tapi juga tidak terlalu tua. Di saat kawan-kawan kita sudah membangun keluarga dan beranak-pinak, sementara kita masih berkutat dalam pencarian.

Masa lalumu yang kudengar sebagai cassanova, penebar jerat cinta. Semua wanita kamu dekati, hampir tak ada yang luput. Tapi semua hanya permainan. Siklusmu selalu sama, setelah enam bulan kamu akan bosan dan mencari pengalih perhatian lainnya. Tentu saja, wanita lain maksudku. Padahal, kamu merasakan kekosongan itu. Sempat kamu terbentur pada seseorang. Mencoba serius dan melamarnya, tapi dia belum siap. Lalu kamu kecewa, dan kembali tidak serius pada wanita. Semua kamu anggap permainan kembali. Semacam uji nyali, undian, dan mengumpulkan piala, yaitu mantan-mantanmu.

Sementara, masa laluku pun diwarnai lelaki yang datang dan pergi silih berganti. Hingga aku lelah menanggapi. Mengapa? Nyatanya, mereka terlalu memujaku, namun takut memilikiku. Bukankah itu pengecut nomor satu, Sayang? Ketika kamu sangat menginginkan sesuatu, namun memperjuangkannya pun kamu enggan. Aku menjadi paradoks. Memercayai cinta, tapi sulit jatuh cinta. Hatiku kukerangkeng dalam ragam kesibukan lain. Menaikkan level diriku, tangga demi tangga ujian kutapaki. Bahkan, aku melupakan cinta. Tapi, cinta sama seperti uang dan dunia. Semakin ditolak, mereka semakin mendekat. Mungkin, mereka tak pernah menerima penolakan, Sayang. Semakin aku acuh, semakin bertambah kumbang penggoda. Dari yang diam-diam, hingga yang terang-terangan. Aku kembali lelah, Sayang.

Hingga tiba masa kita bertemu. Dua orang di puncak kelelahan. Berkutat pada pencarian. Kamu dengan gaya pencarianmu. Aku dengan gaya pencarianku. Kita berbincang. Bertemu. Berbincang lagi. Dan menjelma menjadi janji-janji temu selanjutnya. Seperti menemukan sebuah pelengkap. Kawan bercerita yang pas. Hingga di pertemuan kesekian, kita--lebih tepatnya kamu, Sayang--melakukan hal gila.

"Kita nikah, yuk!" Katamu di sela bahakku.

"Hahaa.. Yuk! Nikah kan tinggal nikah. Ke KUA. Biaya nikah, tuh, enggak mahal, yang mahal biaya gengsinya!" Aku menanggapi dengan lebih gilanya.

Tiba-tiba raut mukamu serius. Aku berhenti dari bahak. Intuisiku mengatakan sesuatu. Sesuatu yang sering kualami ketika "ditembak" lelaki. Perutku tiba-tiba terasa dikocok-kocok, jantungku berdebar tak karuan. Semoga saja, tidak! Harap cemasku. Di satu sisi aku takut. Di sisi lain, aku terlanjur nyaman denganmu.

"Aku serius."

Damn! Hal yang kutakutkan terjadi.

"Mengapa diam? Kita sudah saling mengenal. Luka dan penderitaan kita sama. Kita sudah lelah mencari. Mengapa tidak kita saja yang saling mengisi satu sama lain? Banyak persamaan yang mampu merekatkanku dan dirimu. Aku nyaman denganmu."

Ada kesungguhan dalam nada suara dan matamu. Membuatku tercekat, tapi di dasar perutku seakan ada yang meledak. Rongga dadaku terasa mengembang, seakan ingin membuncah.

"Baiklah. Kapan kamu akan ke waliku meminta restu?"

"Besok."

Tiba-tiba saja, segala hal dilancarkan. Tidak ada kendala berarti hingga terselenggaranya pernikahan kita. Benarkah ini yang namanya jodoh, Sayang? Kamu bahkan tak pernah masuk dalam daftar lelaki yang ingin kumiliki. Sebab, aku tahu masa lalumu. Detilnya. Pun aku, tak pernah masuk dalam daftar wanita yang ingin kamu pacari. Sebab, aku tak secantik mantan-mantanmu. Tapi, 20 tahun kita bersama, hingga hari ini, barulah aku yakin bahwa kita memang berjodoh, Sayang.

Kamu tak pernah pergi meninggalkanku. Pun aku. Kita hanya akan terpisah dimensi ruang dan waktu. Aku percaya, kita akan tetap saling menjaga, Sayang. Aku melepaskanmu dalam perjalanan damaimu, melalui kecupan terakhirku pada jasadmu yang terbujur kaku dan dingin.

Terima kasih, Sayang. Kamu telah memberikanku 20 tahun kebahagiaan dalam pernikahan. Aku mencintaimu. Selalu.


Meta morfillah

1 comment:

Text Widget