Pages

24 June, 2014

Menunggu dan kehilangan

Sampai kapan aku akan menunggu?

Mungkin pertanyaan itu kerap kali kita lontarkan dalam hati. Untuk segala hal, kepastian dari seseorang, penyelesaian akan suatu hal, atau akhir dari segalanya.

Apakah mudah menunggu itu? Menyenangkankah? Atau malah menyebalkan?

Semua tergantung pada apa, siapa dan seberapa siap kita dalam menunggu. Bila yang ditunggu adalah kepastian dari seseorang yang kita cintai, bisa jadi hal itu menyebalkan. Sebab, hanya dia yang tahu berapa lama lagi kamu harus menunggu. Kamu menjadi si pasif, yang pasrah diombang-ambing nasib yang ia kendalikan. Bila yang ditunggu adalah akhir dari segalanya, seperti kematian, bisa jadi itu menyenangkan. Kamu akan menunggu penyelesaian hidupmu dengan penuh kesadaran, dan akan selalu mengupayakan yang terbaik dari dirimu agar penyelesaian atas hidupmu berakhir indah.

Sebab hidup adalah perihal menunggu. Menunggu kapan waktu kita tidak menunggu lagi. Sadarkah kamu akan hidup kita yang pada dasarnya selalu menunggu?

Begitu pun kehilangan. Kita menunggu, kapan kita akan kehilangan sesuatu. Kehilangan orang-orang yang kita cintai, kehilangan sebuah benda yang kita sayangi, dan kehilangan lainnya. Semua hanya permainan waktu. Lagi-lagi kita hanya menunggu. Sebab, kehilangan adalah niscaya. Hanya satu kehilangan yang amat sangat ingin kita hindari. Kehilangan iman. Mampukah kamu bayangkan, bila esok hari saat kamu terbangun, tiba-tiba kamu sudah tak beriman?

Mana lebih menyakitkan? Kehilangan prinsip hidupmu (iman), ataukah kehilangan pasangan hidup?

Ah, sebenarnya apa yang sedang kubicarakan? Menunggu dan kehilangan... Ini hanyalah tulisan pengalih perhatianku, saat menunggu kapan tiba di rumah, melihat kemacetan Jakarta yang semakin parah. Dan tentang kehilangan waktu bersama keluarga, yang diambil paksa melalui kemacetan ini. Aaah...


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget