Pages

28 May, 2014

Tentang partner

"Komunikasi kami gak intens, bahkan ketemu pas dia lembur. Aku bantuin kerjaan dia. Baru kita makan bareng. Paling banter bbm doang, nanya udah sampai rumah atau belum. Kagak ada kata-kata romantis dibandingkan dulu sama pacar-pacar aku. Ngantar jemput juga gak. Dan aku sendiri bukan tipikal wanita manja yang menuntut prianya untuk selalu ada. Tapi aku nyaman dan aku suka cara dia merhatiin dan membimbing aku. Dia tahu mau ke arah mana. Itu baru namanya lelaki."

Dialog di atas, adalah intisari sebuah percakapan saya dengan seorang kawan. Agak saya modif, namun itulah intinya. Menarik!

Mendengar curhatan dia seperti itu, tiba-tiba saja otak saya menyimpulkan satu hal dan mengucapkannya tanpa sadar melalui mulut saya. Sering sekali saya seperti ini, berucap dan menulis sesuatu hal begitu saja. Seperti ada kekuatan lain yang lebih berkuasa menuntun saya.

"Di usia kita yang hampir seperempat abad seperti ini, romantis bukanlah lagi mengenai kata-kata, atau pun seberapa intens kamu berkomunikasi dengannya. Seperti, tiap jam harus lapor, makan harus diingatkan, dan lainnya. Mungkin kita sudah bosan dan kurang perlu hal-hal dangkal seperti itu. Yang kita cari adalah partner dalam segala hal. Partner yang sebenar-benarnya. Memahami load pekerjaan kita, life style hidup kita, kebiasaan kita, cara kita menghadapi masalah, atau mencari hiburan. Bahkan, kadang kita ingin tetap ada kebebasan sebagai individu dan tetap memiliki waktu dengan teman-teman tanpa melupakan ada haknya pasangan. Itulah yang kadang dilupakan. Intinya adalah kepekaan. Bahkan, bila terlalu dikekang erat, itu hanya membuat sesak. Membosankan bila seumur hidup hanya tahu tentangnya. Padahal kita butuh partner dalam segala hal. Partner in love, partner in crime, partner in doing silly things, partner to laugh together, etc."

Temanku terdiam. Alisnya bertaut, agak mengerut. Matanya menerawang jauh. Dengan suara lirih, dia berkata, "Yaa... Sepertinya kamu benar. Itulah yang kita cari. Seseorang yang peka pada kebutuhan kita. Saat sedang jenuh, stress, dia tahu bagaimana bersikap. Mungkin dengan sedikit memberi waktu bagi kita untuk merenung. Tak memaksa dan terlalu mengontrol."

"Persis seperti layang-layang. Sebuah hubungan harus ada tarik-ulur. Terlalu kencang, akan putus. Terlalu diulur, akan menjauh dan digaet layangan lain."

"Yeah.. Lagi-lagi kamu benar."

Saya hanya tersenyum simpul. Bahkan, saya sendiri takjub akan apa yang barusan saya katakan. Sering sekali seperti itu. Mulut dan jari saya seperti bukan milik saya. Entah, kekuatan apa yang menggerakkan mereka untuk berujar dan menuliskan hal-hal hebat.

"Hei, padahal kulihat kamu tak pernah punya pengalaman membangun hubungan lelaki-wanita. Tetapi, mengapa kamu paham sekali semua jenis hubungan, seperti kamu sudah mengalaminya?"

"Hahaha... Mungkin sama dengan analoginya orang saleh yang menggambarkan surga dan neraka, padahal ia belum pernah mati."

"Wow... Kamu seperti sudah mengalami ribuan jenis hubungan dan masalah di dalamnya."

"Spongebob bilang, itu adalah kekuatan IMAJINASI."

"Hahaha.. Spongebob? Tokoh kartun konyol yang bahkan tidak lucu itu! Saat seperti ini, barulah aku percaya ini dirimu. Dengan keluguanmu yang seperti bocah."

Bocah, dia bilang? Huuff... Lebih baik saya melanjutkan makan saja. Percakapan selesai.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget