Pages

30 May, 2014

[Cerita Lirik] Nak

Jauh jalan yang harus kau tempuh
Mungkin samar, bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil setiap saat menunggu
Engkau lewat dengan kaki tak bersepatu

Apakah semua bapak di dunia ini memiliki pemikiran yang sama dengan lirik lagu di atas? Mereka sudah menerka jauh perjalanan untuk tiap anaknya, menerka betapa anaknya yang lugu akan terluka setiap saat. Persis seperti idiom melewati jalan yang dipenuhi kerikil tajam tanpa bersepatu. Seperti tak memiliki persiapan. Lebih tepatnya tak tahu. Lebih berat lagi, bila tak tahu arah jalan yang akan ditempuh. Mungkin akan samar, dipenuhi orang-orang bermuka dua yang menyesatkan. Mungkin akan gelap, hingga tersesat dan kehilangan cahaya. Apakah semua bapak di dunia memiliki visi sejauh itu dalam melihat jalan hidup tiap anaknya?

Duduk sini, Nak...
Dekat pada Bapak
Jangan kau ganggu ibumu...
Turunlah lekas dari pangkuannya 
Engkau lelaki, kelak sendiri.

Pada bapak, setiap anak mencari perlindungan. Belajar tentang ketangguhan, dari kerasnya hidup yang menjatuhkan. Pada ibu, setiap anak mencari kehangatan, kenyamanan yang melenakan dalam kelembutan. Pada akhirnya, setiap anak, baik lelaki maupun perempuan akan sendiri. Menjalani hidupnya sendiri, lebih tepatnya. Bapak dan ibu hanya mampu melihat dari jauh. Merasa sakit dan bahagia dua kali lipat dibandingkan perasaan setiap anak mereka. Tapi, itulah kodrat mereka. Hanya mengawasi. Sesekali menasihati. Tak boleh terus ikut campur dalam kehidupan setiap anaknya. Sebab, itu akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Persis seperti merusak hidup seekor kepompong yang sedang berusaha bermetamorfosis menjadi sebuah kupu-kupu cantik. Satu sentuhan saja dari ayah ibu karena rasa iba, akan menjadikan mereka cacat dan gagal menjadi kupu-kupu.

"Dari kemarin lusa kayaknya kamu lagi kangen sama bapak."

"Aku sebenarnya tiap hari kangen bapak," jawabku dengan mata yang menerawang pada langit. "Apalagi tiap ada lelaki yang dekat sama aku. Suka membayangkan, bagaimana rasanya kalau masih ada bapak. Pasti aku bisa ngobrol tentang karakter berbagai laki-laki, mana yang baik dan kurang baik menurutnya. Aku ingin mendengar pendapatnya, tentang mereka yang bersinggungan dengan hidupku."

"Kamu tahu, kan, karakter bapakmu?"

"Tidak. Aku rasa, aku tak terlalu mengenalnya dengan baik. Hanya sebelas tahun bersamanya, dengan kesibukanku terhadap masa kecil. Aku luput mempelajari karakternya. Tapi aku kuat dalam mengingat detil perilakunya. Bapak bukan orang yang suka berkata, atau bicara. Ia lebih banyak bertindak. Ia menyukai diskusi pribadi. Setiap mengingatnya, aku hanya ingat kebaikan pribadinya. Sekalinya dia marah dan membuatku menangis, hanya satu kali. Itu pun memarahiku dengan setangkai lidi. Memukul dengan setangkai lidi itu satu kali. Tidak sakit. Tapi aku merasa berdosa sekali telah menyakiti dan membuatnya marah. Hanya itu."

"Sama sepertimu, dong. Berarti kita sama, hanya saja kamu lebih lama bersama bapakmu dibandingkan diriku."

"Hehe.. Iya.. Bakal berasa banget mungkin ketika nanti mau nikah. Aku tidak punya wali. Ini menyedihkan sekali bagi aku (wanita). Selalu ada yang kosong. Tak tergantikan lah, Posisi bapak bagi anak perempuannya."

"Iya... sedih banget ya. Kita yang sudah tak akan bertemu dengannya. Sangat merindukannya. Tapi di luar sana... ada yang brani menentang bahkan bertengkar dengannya."

"Tapi kadang aku bersyukur dikasih makna kehilangan di usia 11 tahun. Berkat kepergian bapak, aku jadi belajar mandiri, dan dewasa sendiri. Walau bungsu, merasa harus jadi pelindung keluarga. Berubah lebih baik, berhijab demi bapak. Agar beliau tak disiksa di neraka. Allah membuka dan memberikan pelajaran lewat caranya yang indah. Belum tentu, kalau bapak masih ada, aku akan seperti sekarang. Mungkin, aku akan menjadi anak manja yang tidak menghargai keberadaan orang tua."

"Hehe.. Iya, sama. Aku juga begitu. By the way, kamu kalau teringat bapak, menenangkan hatinya bagaimana?"

"Menulis... Berdoa... Menangis..."

"Hehehe... iya terapi yang paling pas memang menulis."

"Yaa, sama seperti tulisan ini. Hasil dari percakapan kita, dan renungan dari lirik sebuah lagu."


*Cerita lirik lagu iwan fals - Nak

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget