Pages

30 September, 2013

Surat rindu untuk Bapak [1]



Kepada Bapak nomor satu di dunia,

Mendung pagi ini di Jakarta, mengais kenangan tentangmu. Mendung yang sama saat hari kepergianmu. Dua belas tahun yang lalu, sabtu yang muram. Dalam hening sepi, aku rindu padamu. Bila larut tiba, wajahmu selalu terbayang, kerinduan ini semakin dalam. Menuai cerita berdua denganmu. Namun kerinduan ini hanyalah tinggal kerinduan. Anakmu kini, banyak menanggung beban. Sendiri. Tanpa pernah tahu apa yang akan terjadi nanti.

Bapak…

Kemarin aku ke Taman Suropati, kulihat banyak keluarga menghabiskan waktunya di sana. Banyak pula para bapak yang menggendong putra-putrinya. Aku hanya tergugu diam. Iri… sungguh iri. Iri akan kenangan kita berdua dahulu. Kau yang suka mengajakku menjelajahi seluk-beluk taman di Museum Tekstil tiap minggunya. Tak bosan kau jepret aku yang centil bergaya bak selebritis dengan kamera kodak tua kesayanganmu. Aah.. kenangan begitu lekat, kusimpan erat dalam sekotak hatiku yang rapat. Tak rela ia memudar.

Ketika kualihkan pandangan ke sisi taman lainnya, kulihat lagi seorang gadis dewasa dengan bapaknya. Tampak berbincang sesuatu yang agak serius. Sesekali sang gadis menggelayut manja pada lengan bapaknya. Aku menduga, mereka sedang membicarakan kehidupan sang gadis. Lalu kembali aku iri… iri pada hal yang tidak pernah terjadi padaku. Kau yang telah pergi di usiaku yang baru menginjak sebelas tahun, tak sempat membincangkan kehidupanku setelahnya. Kehidupanku yang beranjak remaja kemudian dewasa. Detik-detik di mana aku sering sangat merindukan dan berharap kehadiranmu. Ingin sekali aku membincangkan sesuatu hal yang hanya dapat dimengerti olehmu. Yaa… tentang lelaki. Mereka yang mendekati putrimu ini. Aku ingin tahu bagaimana jikalau kau masih ada di sisiku? Seperti apa penilaianmu terhadap mereka? Dengan segala usaha mereka menarik perhatianku..

Lalu aku membayangkan kau akan sedikit bersikap posesif, karena aku bungsumu. Kau akan mendongengiku masa mudamu dengan mama dahulu, seperti yang sering dilakukan mama padaku sekarang. Aku hanya bisa tersenyum dengan kesakitan. Sakit… karena aku tahu itu hanya khayalanku saja. Demi menghibur diri yang mendamba keberadaanmu.

Bapak…

Sungguh… aku rindu. Tak sempat aku berkata, “Aku sayang Bapak. Bapaklah nomor satu yang terhebat di bumi ini”.

Semoga saja, kau tak pernah kecewa padaku. Semoga saja, kau tak pernah menyesal memiliki anak sepertiku. Semoga saja kau tenang di sana.

Semoga saja rinduku tersampaikan untukmu di sana. Walau kita berbeda ruang dan waktu.


Anakmu yang selalu merindu,
Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget