Pages

28 September, 2013

Rindu Ukhuwah


“Met, kamu kok gak ngaji-ngaji lagi sekarang?”

“Masih ngaji Ma, tapi lebih sering online. Soalnya pada bentrok jadwalnya, susah nyari ketemunya. Kak nurulnya juga lagi hamil muda, jadi ga bisa pergi-pergi jauh, kita harus ke bintaro nyamperin. Jauh, naik kereta.”

“Yaudah sana, kamu datangi lah!”

“Iya Ma, tapi kalau sendiri meta ga berani ah, ga enak juga sama suaminya. Emang kenapa sih? Tumben-tumbenan mama nanyain meta ngaji apa gak?!”

“Ada yang beda aja dari kamu semenjak gak ngaji kayak dulu.”

Beda? Aku merasa masih sama.

“Kamu lebih sering uring-uringan, pikirannya kayak gak tenang, gampang capek juga. Padahal dulu kegiatan kamu lebih banyak, tapi kamu lebih sehat, ga capekan, dan senyum terus. Makanya ngaji lagi sana, gapapa jauh.”

Jlebb!!

Aku terdiam.

Mama yang selama ini diam, bahkan sempat melarang aku ikut mentoring karena takut aku terjebak aliran sesat, sekarang malah mengingatkanku. Padahal aku masih ingat sekali betapa sulit, setengah mati meyakinkan mama dahulu, bahwa aku mengaji dengan metode mentoring ini jauh lebih dalam dan purna yang kami kaji (mulai dari masalah tauhid, kewanitaan, pernikahan, dan berbagai sharing gundah gulana). Pun ketika aku memutuskan prinsip untuk ta’aruf dua tahun terakhir.

Bukankah ini terasa lucu? Orang yang dulu menentangmu, curiga, sekarang menjadi pendukung nomor satu dan merasa kehilangan ketika kau tidak lagi melakukan ritual itu.

Benar memang apa yang dikatakan mama, ada yang hilang, kosong, sebagian dari diriku hingga aku uring-uringan. Mungkin hanya satu hingga dua jam saja aku bersama kelompok mentoringku, tapi jika tidak dapat bertemu seminggu, rasanya aku sudah berlumur dosa. Dan tidak ada yang menyucikan aku dengan nasihatnya. Melalui whats app pun terasa kurang. Ada hal-hal yang terkadang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata melalui dunia virtual. Ada hal yang bila kau tatap mata gurumu, ia langsung tahu apa yang menjadi kegundahanmu. Itulah indahnya pertemuan (liqa’) ini.

Memang, tarbiyah bukanlah segalanya. Tapi segalanya berawal dari tarbiyah.

Dan ini membuktikan, bahwa dengan kegigihan kita memperjuangkan prinsip yang kita yakini dan secara konsisten menjaga niat, maka orang-orang yang menentang pun akan luruh. Menerima. Bahkan mendukung sepenuh hati.

Aah…aku rindu telaga kautsar & penjaganya.

Aku rindu ukhuwah.

Aku rindu para pencari tuhan lainnya.

Sungguh… aku gemetar dalam gelegak rindu.



No comments:

Post a Comment

Text Widget