Pages

25 September, 2013

(Mungkin) Kamulah dunianya

Seperti biasa, ritual pagiku sama. Bebenah & memandikan ponakan ketigaku sebelum ia berangkat ke TKnya. Namun celetukan darinya hari ini luar biasa. Di tengah gemericik air keran dan aku yang menyabuni badannya, ia bertanya, "Teta, aku anak teta bukan?"
Respon pertamaku, dengan maksud mencandainya, menjawab "Ya bukanlah, anak teta mah lebih ganteng dari zahir.. Week... Hahaha"
Melihat dia yang tidak tertawa atau membalas celetukanku seperti biasanya, aku diam dan memasang wajah serius. Lalu aku bertanya, "Kenapa Zahir tiba-tiba nanya kayak gitu? Ada apa?"
Dengan senyum yang agak bingung, dia menjawab "Gak papa sih, cuma teta sama ibu kan sama aja."
Nah looh.. Sekarang aku yang bingung dengan maksud jawabannya. Keponakanku yang ketiga ini, di usianya yang masih 5 tahun memang tergolong luar biasa kritis dan tinggi bahasanya dibandingkan kakak-kakaknya. Pada akhirnya, aku menjawab dengan jawaban yang dulu pernah kuberikan pada kakak-kakaknya ketika membandingkan aku dengan ibu mereka.
"Kamu bukan anak teta. Kamu keponakan teta. Ibu kamu ya ibu Citra. Hanya saja, teta sayang sama kalian seperti anak teta sendiri karena memang kalian itu anak bagi teta, cuma beda rahim aja. Tidak boleh yaa, membandingkan ibu sama teta atau ibu teman kamu lainnya. Walau cerewet, pelit dan jarang ngajak jalan-jalan, ibu kalian tetap ibu yang terbaik buat kalian. Coba aja, siapa yang buatin susu sama nasi goreng untuk sarapan kalian tiap pagi? Ibu kan? Teta mah malas buatnya, mending tidur. Terus yang nyuci, nyetrika baju kalian yang dekilnya minta ampun? Ibu kan? Yaiyalah.. Teta mah ogah.. Capek. Harusnya kalian yang nyuci sendiri. Pokoknya jangan pernah membandingkan orangtua, karena kalian gak tahu bahkan sepersepuluhnya saja pengorbanan orangtua terhadap kalian, terutama ibu."

Yaa... Sok bijak. Tapi sebagai salah satu teladan di rumah, saya harus bersikap seperti itu & menanamkannya di pikiran anak-anak sejak dini. Tidak mudah, karena anak-anak tersebut menilai saya dari perilaku saya. Untunglah sejauh ini mereka masih sangat menghormati & menuruti kata-kata saya, karena mereka melihat saya berusaha menjalankan apa yang telah saya ucapkan.

Lalu setelah zahir berangkat sekolah, mama datang ke kamar saya dan memberi penjelasan yang tidak saya pinta. Ternyata penyebab zahir bertanya dengan pertanyaan anehnya pagi ini disebabkan mendengar percakapan mama dan kakak saya yang membicarakan saya. Begini ceritanya,

"Meta kalau sudah berhenti kerja memang niat mau dagang, dia mau ngurus keluarga di rumah." Mama menjelaskan pada kakak tentang visi saya setelah berkeluarga (insyaa allah).

"Meta jangan berhenti kerja dulu, Ma kalau dia belum punya anak mah." Kata kakak yang khawatir akan nasib saya di masa depan.

"Loh, emangnya teta ga punya anak?" Celetuk zahir yang ternyata tidak menonton tv, melainkan menguping pembicaraan mama dan kakak saya.

"Ya belumlah, teta kan belum nikah." Kata kakak saya menjelaskan pada bocah 5 tahun itu.

"Looh.. Terus mas daffa, mas galih? Itu kan anak teta!" Zahir menyebutkan nama kedua kakaknya.

"Enak aja, anak ibu lah! Zahir emang anak siapa?" Tentang ibunya memutarbalik pertanyaan.

"Bukan begitu bu, kan teta sering pergi sama mas daffa, mas galih. Sering beliin makanan, kue ulang tahun, jalan-jalan, kan teta sama aja ibunya." Celoteh zahir dengan bahasa yang tua bagi usianya.

Lalu saya mengerti seketika, pikiran anak itu. Saya terharu, terenyuh, tersentak, dan teringat sebuah kutipan,

"Mungkin bagi dunia kau bukanlah segalanya, tapi bagi seseorang bisa jadi kaulah dunianya."

Makin cinta. Itu yang saya rasakan pada 3 bocah malaikat tanpa sayap yag diturunkan dari nirwana untuk saya. 

Terima kasih sayaang.

PeluKiss,
Teta

No comments:

Post a Comment

Text Widget