Mengapa sekarang serenademu begitu bias? Tak lagi diidentikkan
dengan romantika dan kesyahduan. Tergantikan oleh umpatan dan tak lagi dianggap
berkah dari Tuhan. Kedatanganmu bak masalah mengair bah. Macet, janji-janji
terbatalkan, dan semangat yang redup berkisar pada selimut dan tidur.
Serenademu pun sering tak menjanjikan pelangi. Mengapa?
Begitu lalainya kami, ataukah memang kau yang sengaja berubah?
Pelangi menjadi begitu mahal di kota ini. Begitukah idiom yang sesuai dengan
perumpamaan ‘Ibukota jauh lebih kejam dibandingkan ibu tiri'?
Ataukah ada skenario baru dariNya? Di mana ia tak ingin lekas
memberikan keindahan pelangi yang begitu mahal namun tak dimaknai karena
kesesaatannya? Hingga ia simpan pelangi dalam genggamanNya. Menanti waktu yang
ia rasa tepat untuk kita menakjubi keindahan sang pelangi. Benang ragam warna
yang dikisahkan beberapa disulam oleh bidadari. Sekadar kita memaknai lebih
dalam proses terjadinya hujan hingga menghasilkan pelangi.
Mungkin dalam hidup ini, kita selalu berharap kemudahan setelah
kesulitan. Ketika kemudahan dengan cepat tiba, cepat pula ia berlalu tanpa
syukur setelah berpeluh. Tak bersisa. Namun bila kemudahan itu disimpan dalam
rentang lama setelah melalui kesulitan panjang. Dengan kesabaran dan keyakinan
luar biasa. Betapa manis dan dalam rasanya pelangi kemudahan itu. hingga
rasanya lekat dalam ingatan. Mejikuhibiniu tidaklah gradasi. Merah semurninya
merah, jingga sekentalnya jingga, kuning secerahnya kuning, hijau semestinya
hijau, biru sebirunya biru, nila seadanya nila dan ungu sebenarnya ungu. Hingga
dengan jelas kita definisikan ketujuh warna itu. tidak lagi nila yang abstrak,
ungu yang tak jelas perpaduan merah dan birunya. Dan kita menangkap terang itu
dengan proses panjang yang kita sadari itu adalah pembentukan dariNya. Walau
butuh waktu lama.
Ah yaa..
Mungkin serenade hujan yang tak dilengkapi pelangi ini adalah
pertanda bagi kita untuk belajar lebih teliti dan bijaksana ‘membaca’ pertanda
alam.
“Bukan begitu hujan??” Gadis bertanya pada sang hujan.
Tersenyum sang hujan sambil berkata, “Gadis, menakjubkan dirimu.
Semoga kau dapat memahami ini setiap waktu. Ingatlah ayat ini, ‘Faidzaa
faragtha fansab, wa ilaa rabbika fargab.’”
Yaa..sepatutnya memang padaNyalah kita berharap. PENUH dan
BERSERAH sesuai konteks yang dimaksudNya. Bukan tanpa USAHA.
meta morfillah
No comments:
Post a Comment