Pages

10 July, 2017

Guru lelaki

Saya selalu kagum pada lelaki yang mengabdikan dirinya menjadi guru. Teruji dalam waktu yang lama. Terlebih yang sudah berkeluarga. Sebab rahasia umum bahwa gaji guru itu kecil. Nah, kalau lelaki yang jadi tulang punggung itu tahu, berarti ia paham bahwa ada hal lebih besar selain gaji: KEBERKAHAN REZEKI DUNIA AKHIRAT.

Dulu saya punya teman lelaki guru honorer, dia tahu saya S.Pd, tapi bekerja di perusahaan. Habis-habisan dia mengkritik saya, agar saya kembali mengajar, mempertanggungjawabkan gelar saya. Saat itu saya yang masih bodoh dan berpikiran duniawi menjawab realistis, "Malas jadi guru, gajinya kecil. Toh dulu pas ngajar 2 tahun sebelum lulus, karena isi waktu saja sembari kuliah. Lumayan uangnya buat nambah ongkos."

Lalu sekarang, saya menjadi guru dan dia sudah lama keluar jadi guru, malah bekerja di bank yang dahulu ia tak sudi masuki. Saya bertanya pada dia, ke mana idealismenya dahulu sebagai pendidik?

Dia menjawab, "Aku lelaki, Met. Aku harus menghidupi keluarga. Gaji guru honorer tak mencukupi. Terpaksa aku bekerja di sini."

Sedih.

"Mengapa sekarang kamu jadi guru, Met? Sudah tak butuh uang? Hehe"

"Sebab aku tahu apa yang membuat Bapakku berkharisma saat menjadi guru. Dan aku ingin meneladaninya. Sebab lain, aku mengaji dan aku mengharapkan keberkahan dunia akhirat dari profesi ini. Aku tak mau rugi."

Untuk semua guru, khususnya lelaki... semoga tetap istiqomah. Sedih rasanya melihat kenyataan sulit sekali mencari guru lelaki saat ini. Negeri ini kekurangan Vitamin A (sosok Ayah).

Buat yang menulis, doakan semoga istiqomah selalu dan mampu meneladani jejak almarhum bapaknya: menjadi guru kreatif, sederhana, bersahaja. Aamiiin allahumma aamiiin.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget