Pages

08 November, 2016

[Review buku] Menyemai impian meraih sukses mulia

Judul: Menyemai impian meraih sukses mulia
Penulis: Jamil Azzaini
Penerbit: Gramedia
Dimensi: xxv + 202 hlm, cetakan kedua edisi revisi september 2009
ISBN: 978 979 22 5052 7

Buku ini terdiri dari 7 bab yang berisi beberapa kisah pendek penulis. Kontemplasi dari apa yang dibaca, dialami, dan diamati. Bab pertama "Anak desa menjemput impian hidup" berisi tentang perjuangan penulis hingga menjadi sukses seperti sekarang. Bab kedua "Penghambat sukses" berisi tentang beragam hambatan kesuksesan. Bab ketiga "Belajarlah dari siapa pun" berisi sosok inspiratif menurut penulis. Bab keempat "Cinta dan keluarga" berisi tentang pentingnya keluarga dan bagaimana harus bersikap pada keluarga. Bab kelima "Meraih sukses mulia" menjabarkan tentang kesuksesan sejati yang diiringi kebermanfaatan bagi semesta hingga menjadi mulia. Bab keenam "Yang ditanam itulah yang dituai" berisi kisah bahwa segala hal yang kita lakukan akan dibalas sesuai, positif atau negatif. Bab terakhir "Menjaga hasil yang dituai" berkisah tentang apa yang harus dilakukan setelah kita sukses, hingga kemuliaan tercapai.

Beberapa sudah sering saya dengar dan baca, juga kisahnya ada yang diulang-ulang. Sehingga saya cukup bosan dan tak menemukan hal baru di dalamnya.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini memang terjadi dua kali, dalam pikiran dan dalam kenyataan." (H. 6)

"Kita boleh miskin harta tapi tidak boleh miskin ilmu. Karena kalau nanti hanya punya harta kita akan sibuk menjaga harta itu. Tapi kalau kita punya ilmu, ilmulah yang menjaga kehidupan kita." (H. 74)

"Untuk menemukan hakikat hidup sesungguhnya kita harus mampu menjawab tiga pertanyaan mendasar. Dari mana kita? Untuk apa kita hidup? Dan mau ke mana setelah kehidupan ini?" (H.176)

"Terkadang kita merasa mampu membuat berbagai prestasi tanpa campur tangan Tuhan. Padahal sesungguhnya we are nothing!" (H. 181)

"Bangsa kita adalah bangsa paternalistis. Perilaku pejabat akan dicontoh oleh banyak orang. Memilih pejabat yang tak bisa dijadikan teladan akan semakin memperburuk perilaku masyarakat." (H. 184)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget