Pages

09 April, 2017

[Review buku] Tintentod/Inkdeath

Judul: Tintentod / Inkdeath
Penulis: Cornelia Funke
Penerbit: Gramedia
Dimensi: 728 hlm, 23 cm, cetakan pertama Desember 2012
ISBN: 978 979 22 8968 8

Buku ketiga sekaligus terakhir dari rangkaian kisah Inkheart ini ternyata semakin jauh dari akhir yang diciptakan penulisnya. Berawal dari Meggie, Mo, dan Staubfinger yang kembali memasuki dunia dalam buku, ternyata berbuntut panjang. Staubfinger mati karena menukar kematian Farid dan dibawa Perempuan putih.

Sementara penguasa Ombra pun berganti dengan matinya Cosimo. Pangeran perak yang kejam mengubah alur cerita. Di tengah kemelut itu, Resa diketahui hamil. Ketakutan akan nasib bayi yang dikandungnya, Resa membujuk Mo untuk kembali ke dunia nyata. Namun Mo lebih menyukai dunia dalam buku. Mo telah menjelma Gagak Biru.

Bagaimanakah nasib mereka, saat tokoh yang mereka baca menjelma daging dan bernyawa seperti mereka, saat kata-kata telah mengendalikan hidup mereka, bukan sekadar bacaan?

Sejujurnya saya kurang suka ending dari kisah ini. Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Aku kadang-kadang merasa bahwa ada terlalu banyak pikiran dan kenangan berjejal dalam otakku." (H.57)

"Rahasia...tidak ada yang merusak cinta lebih cepat daripada rahasia." (H.163)

"Mengapa kematian membuat hidup terasa jauh lebih manis? Mengapa hati hanya mencintai apa yang bisa hilang?" (H.540)

"Jauh lebih sulit menunggu, hanya menunggu terus." (H.568)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget