Pages

11 November, 2015

Gajimu, belum tentu rezekimu

GAJIMU, BELUM TENTU REZEKIMU

Aku menatap selembar uang sepuluh ribu yang tersisa satu-satunya di dompetku. Pas sekali untuk ongkos berangkat mengajar. Bagaimana dengan ongkos pulang? Belum lagi makan siangku? Tapi aku cukup tenang karena hari ini aku gajian. Aku pun berangkat dengan uang pas itu.

Pukul 12 tiba. Aku bersama teman pengajar berkumpul di ruang administrasi. Mengantre uang gaji. Sayangnya, koordinator memberitahukan bahwa gaji bulan ini baru cair esok hari disebabkan ada kendala teknis dari pusat. Kerumunan pengajar pun perlahan bubar. Tinggal aku dan dua orabg pengajar yang masih ada jadwal mengajar sampai sore. Dua pengajar itu tak lama pamit ke kantin untuk makan siang. Sedangkan aku? Kautahu kan... aku tak punya uang sepeser pun untuk ongkos pulang nanti, apalagi untuk makan. Sedikit shock, aku pun memilih ke mushola untuk salat dan menenangkan diri.

Selesai salat, aku berpikir kemungkinan untuk meminjam uang ongkos pada salah seorang pengajar atau kasbon di administrasi. Beberapa temanku sering begitu, dan aku belum pernah memakai kesempatan kasbon. Tapi, hatiku terasa berat. Bukan karena harga diri. Bagiku, cukup mudah meminjam sebab semua cukup memercayaiku. Tapi, aku enggan bergantung pada manusia. Aku hanya berdoa pada Allah, "Ya Allah, bantulah aku menjaga diri dari meminta-minta pada makhlukMu. Jikalau pun aku harus meminta, biarkan aku meminta hanya padaMu. Gerakkan hati dan tangan hambaMu untuk menolongku. Aamiiin..."

Maka aku pun menahan lapar dan juga menahan diri untuk meminjam uang. Aku mengajar sampai pukul empat sore. Menjelang pukul empat, aku resah. Sepertinya tidak ada cara lain untuk pulang, selain meminjam uang. Baru saja kuniatkan untuk meminjam uang, tiba-tiba muridku berkata, "Miss meta jualan pulsa kan? Aku mau beli dong miss yang 50 ribu buat isi paket bbku. Berapa harganya miss?"

"Iya, miss jualan pulsa. Harganya 52 ribu."

"Ini miss. Gak usah dikembalikan."

Ia pun menyodorkan selembar uang lima puluh ribu dan lima ribu. Yaa... murid-muridku ini memang berasal dari kalangan ekonomi atas. Banyak pula dari mereka yang merupakan artis. Alhamdulillah... rezeki itu datang, pas sekali karena saldo pulsaku pun hanya cukup untuk pembelian 50 ribu sekali.

***

Semenjak hari itu, aku memiliki pandangan baru tentang rezeki. Bahwa hak kita pun belum tentu rezeki kita... seperti gaji. Meski sudah jelas gaji akan didapat tanggal sekian, besarnya sekian, dan pasti dapat sekian, kalau Allah bilang itu belum rezeki kita, maka ya sudah. Allah bisa dengan mudah menundanya, mengalihkannya, bahkan secara ekstrem memutusnya. Contoh seperti teman saya yang bulan lalu tidak digaji karena perusahaannya bangkrut. Mau menuntut juga tidak bisa, karena keuntungan dan kerugian perusahaan memang tanggungan bersama. Mana bisa kita mau terima enaknya saja, giliran susah tidak peduli.

Dan silahturrahim serta memperbanyak hubungan baik dengan orang lain, memang merupakan jalan pembuka rezeki. Sebab rezeki orang lain bisa lewat kita. Begitu pun sebaliknya. Bahwa rezeki saling berkaitan.

Terakhir adalah, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Segalanya kembali pada Allah. Bahwa iman adalah cerita keajaiban. Bahwa Allah seringkali memberi kita jalan keluar dari arah yang tak disangka. Bahwa keyakinan akan pertolongan Allah selama kita menjaga hati kita terpaut padaNya terus menerus merupakan keniscayaan. Sepasti janji fajar yang merekah setelah gelap malam yang pekat.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget