Pages

20 October, 2014

Dosa Termanis

Sherlock.
Begitulah aku memanggilmu dahulu. Bukan karena wajahmu atau perawakan tubuhmu yang mirip detektif terkenal di baker street itu. Bukan. Melainkan karena kecintaanmu dan kegilaanmu--yang pada akhirnya menular padaku--terhadap tokoh sherlock.

Sudah berapa lama kita tak berkirim kabar, apalagi bersua? Terakhir kudengar, kamu sudah memiliki kekasih, yang namanya mirip dengan panggilanku. Ingin sekali kuguraukan, sebegitu sulitnyakah lepas dari bayang-bayangku? Tapi, saat itu kita terlalu sibuk membenahi perasaan masing-masing, bukan? Sehingga gurau pun menguap, perlahan kita diam, lalu menghilang. Lalu, mengapa sekarang aku mengungkitmu kembali?

Hari ini, setelah sekian tahun aku tak menjejakkan kaki di daerahmu. Yaa, kusebut daerahmu, karena di sanalah kamu tinggal, bersekolah hingga berkuliah. Tanpa kuizinkan, kotak lama yang tersimpan di sudut hatiku, yang berukirkan namamu terbuka dan berceceran. Seperti terembus angin kencang. Berserakan. Semua tempat yang pernah menjadi saksi kita menghabiskan waktu bersama, tiba-tiba seperti berbisik lirih. Menggaungkan namamu. Nama yang terlipat rapi di sudut pojok sana. Yaa, ada beberapa nama lagi di sana. Sebab, setiap manusia yang bersinggungan memiliki porsi di hatiku. Sayangnya, kamu masuk ke porsi kenangan-yang-tak-ingin-kuingat-lagi. Karena kamu bagaikan dosa termanisku. Bagaimana bisa manis dan pahit bersamaan? Ya, seperti kamu.

Kota ini, kota kita. Tapi sudut ini, sudutmu. Energiku kalah di sudutmu ini. Kamu begitu berkuasa di pikiranku, hingga aku tiba di rumah. Suatu kejadian yang menyesakkan hatiku, membuatku semakin mengingatmu. Betapa kamu menjadi begitu sempurna di mataku. Kamu yang pandai menenangkanku, di saat aku butuh dikuatkan. Padahal usia kita dahulu, terlalu bijak untuk perilakumu. Lalu aku menjadi bodoh, membandingkanmu dengan nama-nama lain. Kamulah pemenang mutlak. Tapi, segala yang sempurna mungkin tidak akan menarik. Kekuranganmu cuma satu. Aku sendiri bingung, apakah itu kekurangan? Hanya karena aku berlafazkan "Bismillah," sedang kamu "Dengan nama Tuhan Bapa," kita merentangkan tangan, kemudian berjarak. Melindungi perasaan masing-masing, sebab kita memilih untuk setia pada Tuhan kita.

Rasanya ingin aku mengutuk daerahmu yang membangkitkan ingatanku tentangmu. Tapi, kautahu kan, aku tak pandai bersumpah serapah. Aku hanya bisa mengurai titik air di sudut mataku.

Kamu yang hampir sempurna, dosa termanis, apa kabarkah sekarang, Sherlock?


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget