Pages

06 February, 2014

Sepucuk surat dari pendatang

Dear kalian,

Menjelang dua hari perayaan setahun kita bersama (tepatnya 7 Februari 2014), kutuliskan surat ini. Surat tentang kegelisahan yang melanda hati sebab kalian. Mari kita mulai dengan awal kita bertemu. Masih ingatkah kalian, ketika ada seorang gadis yang masuk dalam kelompok kalian? Gadis yang tidak tahu-menahu tentang segala jenis komunitas. Gadis itu dengan ragu menyambut uluran seorang teman sekaligus kakak kelasnya di tempat ia menuntut ilmu. Tapi kemudian ia beranikan diri, dan perlahan mulai membuka diri pada kalian hingga tak terasa ia sudah terlalu nyaman berkeluarga dengan kalian. Ya, gadis itu adalah aku.

Bersama kalian, aku merasakan banyak hal baru, mulai dari berani bertemu melalui kopi darat—yang sebelumnya menurutku adalah hal aneh, berbahaya, menyeramkan dan tabu—menulis secara rutin tiap bulan, bepergian sendirian (ke Yogya, demi menemui salah seorang dari kalian) dan lebih disiplin dalam berkarya. Menyenangkan! Kalian begitu membawa dampak positif yang besar bagi kehidupanku. Walau tak hanya hal baik, beragam masalah pun kerap mendera hubungan kita—hubungan yang dapat dikatakan sejenis Long Distance Relationship—ini. Dimulai dari seseorang yang menuding, menyalahkan, mencemburui hubungan ini dan menjelek-jelekkannya di depan mataku. Membuatku geram, kesal dan agak menyayangkan, karena orang tersebut berasal dari almamater yang sama denganku. Tapi kita bisa melaluinya, bahkan sempat berjanji bahwa kita akan membuktikan ucapan dia yang mengatakan bahwa hubungan ini tidak akan bertahan lama itu salah. Baru selesai satu masalah, datang lagi masalah lain dan ini merupakan luka lama yang sepertinya akan selalu diungkit. Yaa… ketika kita kehilangan salah satu anggota kita. Tak dapat dipungkiri, aku berperan dalam hal itu. Bahkan mungkin aku yang menyebabkan ia keluar. Sempat aku berpikir bahwa aku orang luar—bawaan—yang tak tahu diri dan ingin menghilang begitu saja. Perasaan bersalah hingga saat ini masih sering menghantuiku. Perasaan bahwa aku bukan bagian dari kalian pun masih sering menggerayangi hatiku. Tapi, aku tak mau menyalahkan terus diri ini.

Namun, mulai bulan November—ketika project fantasi dan selanjutnya mulai diabaikan—kita makin merenggang dan seperti lelah. Beberapa yang semakin sibuk dan tak dapat bergabung dalam dunia virtual yang kita ciptakan semakin menjauh. Lama-kelamaan kita menjauh. Ujian semakin mendera seberapa kokoh tali ini—yang disebut persaudaraan, persahabatan—menggoyangkannya kencang dan hebat. Kadang di sini aku lelah. Entah mengapa, kalian semua lebih suka menyimpan masalah daripada mengonfrontasikannya di dalam forum. Satu per satu menghubungiku, hingga aku berinisiatif untuk membukanya di forum. Namun semua kembali mentah, mental dan kembali pada diriku. Kalian terlalu harmoni, tak berani menyakiti perasaan. Padahal dalam Islam pun mengenal musyawarah, tabayyun dan konfirmasi apabila ada yang dirasa tidak pas atau mengganggu hati. Namun apalah arti diri ini bagi kalian? Orang luar yang selalu (sok) berperan mengambil alih. Pasti kalian sebal sama aku kan?

Hingga akhirnya aku lelah sendiri, dan aku memutuskan ikut sajalah. Bukan tidak peduli, aku hanya ingin menjaga jarak agar kita semakin sadar apa yang sebenarnya kita telah perbuat. Mungkin memang kita butuh jarak dan waktu untuk menyembuhkan segala luka dan kepenatan ini. Mungkin sudah tiba bagi sang waktu untuk memainkan perannya. Sekarang, masa depan kita… aku pasrah saja. Terserah mau bagaimana lagi, keputusan terbaik, terbanyak walau konsekuensinya pahit pun akan aku terima dengan—mencoba—berlapang dada. Walau dalam hati sangat menyayangkan dan sedih. Sedari awal akar kita memang mungkin kurang kokoh, tiada visi dan misi yang jelas.

Tapi terima kasih begitu besar tetap pantas kalian dapatkan dari diriku. Begitu pun maaf atas kelalaian, dan kebodohan gadis ini.

Semoga segala masalah yang ada tidak menjadikan ukhuwah kita terpecah belah.

With love,

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget