Pages

13 February, 2014

[Cerpen] Gadis yang terbalik hatinya

"Pulang, tidak, pulang, tidak, pulang, hmm..."

Setelah lima belas menit berlalu dengan menimbang-nimbang, akhirnya gadis itu memutuskan pulang tepat waktu. Hal langka baginya, yang terbiasa pulang setelah menunaikan salat maghrib. Yaa, di ibu kota ini merupakan sebuah dilema rutin bagi para pekerja untuk pulang tepat waktu pukul lima sore--atau biasa disebut tenggo, jam 5 teng langsung go. Mengapa dilema? Coba saja kamu pulang pukul lima dan besoknya pulang pukul tujuh, sampainya sama saja pukul delapan. Macet selalu jadi konsumsi rutin di jakarta. Tua di jalan adalah tren untuk para pekerja di beberapa bilangan--terutama yang strategis--ibu kota.

Gadis itu melangkahkan kakinya mantap, membatin sedikit agar lalu lintas tak terlalu padat dan semoga saja ia mendapatkan tempat duduk di bus yang akan ia naiki. Tapi apa yang dibatinkannya tak tercapai. Bus yang ia naiki sungguh padat, sesak dan lama sekali menunggunya. Mau tak mau, gadis tetap naik karena ia takut lama menunggu lagi.

Herannya, supir bus itu seperti jelmaan kucing. Merasa punya nyawa sembilan. Lupa sedang membawa banyak penumpang. Dengan kondisi miring ke kiri, tetap saja ia mengebut laksana roller coaster di taman bermain. Membuat jantung terasa ingin copot dari tempatnya, hati dibolak-balik, perut menegang kencang. Serupa fitness, namun tak memberikan dampak yang begitu kentara di tubuh para penumpang. Gadis sendiri merasa hatinya terbolak-balik sedemikian rupa. Untaian doa terlafazkan di setiap bibir para penumpang. Dari yang beriman sampai yangt bejat pun tetap menyebut nama masing-masing Tuhannya. Begitulah, ketika maut seakan menyambangi, seketika manusia menjadi sadar dan beriman semua.

Hingga tujuan terakhir bus itu, ternyata maut hanya numpang lewat. Semua penumpang selamat. Pun dengan gadis kita. Hei... Tapi ada apa dengan muka sang gadis kita? Mengapa seketika seperti terhimpit sebuah beban yang besar? Senyum cerianya memudar berganti rengutan dan mata yang menderas. Apa yang terjadi? Gadis pun bingung.

Sesampainya di rumah, barulah sang gadis menyadari apa yang sedang terjadi pada dirinya. Rupanya, hatinya terbalik. Semua rasa senang, bahagia, lucu berbalik menjadi duka, nestapa dan nelangsa. Ini semua karena ulah supir bus yang merasa punya nyawa sembilan itu! Dengan geram, gadis mencoba membalikkan kembali hatinya, tapi tak bisa!! Tiba-tiba saja, ia menjadi cengeng karena kegagalan itu. Air mata jatuh tanpa ia menyadari. Gadis berteriak frustasi. Ini bukan hatinya! Ini bukan jiwanya! Ini bukan tubuhnya! Semua tak lagi menurut pada logikanya! Hanya ada satu cara..., gadis harus menaiki kembali bus yang dikendarai supir itu.

**
Esoknya, gadis mencari ke terminal. Di mana gerangan supir yang merasa mempunyai sembilan nyawa itu? Setelah bersusah payah mencari dan bertanya ke sana ke mari, akhirnya gadis mendapatkan jawaban. Supir itu telah meninggal kemarin malam, dibacok oleh salah satu penumpang yang terbalik hatinya. Rupanya kemarin adalah nyawa kesembilang sang supir. Ia sungguh mati. Tak dapat bangun lagi. Lalu, bagaimana cara gadis membalikkan lagi hatinya? Siapa yang harus bertanggung jawab?

**

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget