Pages

22 May, 2013

F.U.T.U.R



by Meta 'morfillah' on Friday, 31 December 2010 at 10:38

“Aku sering bersama Rasulullah,” kata Hanzhalah, “Beliau mengingatkan tentang surga dan neraka seolah-olah aku melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika aku keluar dari sisi beliau, lalu bercengkerama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan, aku pun banyak melupakannya. Semua bayangan tentang Allah, surga, dan neraka seakan tak tersisa.”
“ Demi Allah! Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti itu!” Abu Bakar membenarkan.
Rasulullah tersenyum dan menanggapi, “Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya. Seandainya kalian selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam keadaan berzikir, niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi, sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah. Sesaat demi sesaat, wahai Hanzhalah. Sesaat demi sesaat."

Beruntungnya para nabi dan rasulullah yang diutus adalah manusia. Kalangan kita sendiri. Mereka pun memiliki persoalan yang sama. Iman mereka naik dan turun. Karena mereka tidak sestabil malaikat. Begitu juga para sahabatnya. Mereka cerminan kita. Sama dengan yang saya rasakan saat ini. Saat bersama dengan teman-teman yang akhwat [istilah untuk anak-anak rajin mengaji & alim], saya akan menjadi lebih alim dan rajin juga. Tetapi ketika pulang dari kampus dan kembali ke rutinitas saya, saya lupa tentang ibadah, hal yang saya dapat dari mentoring bahkan terkadang abai dan lalai.

Seperti bermuka dua. Munafik sekali diri saya. Lain di kampus, lain di rumah, lain belajar, lain bermain. Hidup hanya untuk hari ini. Untuk berbuat yang terbaik. Dan untuk merasakan kesenangan sesekali yang fana juga. Diam-diam hati ini menegur dan berontak. Karena ia merasa “dimatikan” berkali-kali oleh saya.

Akhirnya sang setan sering menang, dan saya merasa muak dengan diri saya yang terlihat “sok baik”. Pikiran jadi sempit, kemarahan mudah merayapi diri. Dan dampak terbesarnya saya jadi anti dengan orang “sok putih”.
Qur’an di lemari buku tampak murung. Tak kusentuh ia sekitar 3 bulan. Sajadah sering terisak kala malam. Sering kulalaikan berdua dengannya untuk solat Isya dan tahajud. Perut berdemonstrasi dengan kesakitannya. Ia menuntut untuk puasa sunnah yang biasa dilakukan. Dan itu semua dilalui dengan sadar. Namun diri ini seperti zombie. Berjalan tanpa adanya kehidupan. Hubungan dengan teman terasa hambar. Dan mereka semakin jauh, seperti tertelan kabut.

Saya tak terbiasa membuat resolusi. Dan tak suka, mungkin tak akan pernah. Hanya saya berupaya di tahun 2011 nanti, semoga saya menjalani hidup semakin baik. Cukup tahun 2010 tahun yang sangat berat terhitung mulai Oktober hingga Desember ini. Sifat jelek saya sangat terekspos dan teraktualisasikan di tahun ini.

Sesaat demi sesaat  ya meta..

Sesaat demi sesaat mohon temani langkahku wahai agenda hadiah keluarga BEM FIP.

Sesaat demi sesaat  akan kucoba nasihatmu ya Rasul…


12/31/2010 10:27 AM

No comments:

Post a Comment

Text Widget