Pages

09 March, 2017

Helm dan hati

Helm saya sudah jelek. Pake banget. Kaca/plastiknya sudah banyak baret, buram, dan penyangganya lepas. Sehingga suka naik turun dan itu mengganggu kenyamanan juga keamanan.

Di kala panas, saya suka silau melihat pantulan cahaya dari kacanya juga terhalang baret-baretnya. Di kala hujan, saya suka terhalang pandangan karena embun dan baret-baretnya. Pokoknya pandangan saya tidak jernih lah.

Sampai pernah saya beberapa kali hampir jatuh dan tertabrak karenanya. Bahaya. Tapi entahlah, saya terlalu malas mengeluarkan uang untuk membeli helm. Masih kalah prioritasnya sama beli buku, makanan atau jalan-jalan.

Tapi hari ini, saya bertekad membeli helm baru. Sebab saya berpikir bahwa nyawa saya adalah titipan yang harus dijaga. Maka saya harus melindunginya sebaik mungkin.

Pakai helm baru rasanya menyenangkan. Penglihatan begitu jelas, tidak lagi perlu diganjal kertas atau dipegangi oleh teman yang sedang membonceng kalau kacanya naik turun mengganggu penglihatan. Segalanya lebih jelas, indah, dan nyata.

Mungkin... hati kita serupa kaca helm. Seringkali ternoda oleh dosa dan hal negatif hingga membuat kita tak bisa lagi objektif dan melihat petunjukNya dengan jelas.

"Mintalah fatwa pada hatimu."

Nasihat itu menjadi tidak berfungsi, sebab kriteria hati yang dapat dimintai fatwa adalah hati yang bersih.

Lantas bagaimana agar hati kita selalu bersih?

Dengan sering berdzikir, merundukkan diri dalam-dalam pada keMahaBesaranNya.

Sebab hati yang rusak tidak bisa diganti sebagaimana helm. Tinggal dibuang lalu membeli baru. Adakah yang menjual sepotong hati yang baru?

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget