Pages

15 July, 2015

Ditinggal ramadhan

Kereta menuju Jakarta Kota tampak lengang, hampir kosong.
Persis bagai merayakan perpisahan dengan bulan suci ramadhan.
Ini adalah malam ganjil terakhir untuk melaksanakan itikaf di masjid.
Namun masjid sudah mulai sepi, ditinggal jamaahnya yang mudik atau sibuk belanja di pusat perbelanjaan.
Aah... aku memang belum menangis, tapi haru sudah terasa.
Ramadhan akan segera pergi, semua orang akan sibuk kembali.
Anak yatim harus menunggu momen ramadhan kembali untuk menjadi perhatian, sebab sebelas bulan berikutnya orang-orang akan kembali sibuk dengan dirinya sendiri.
Harusnya kami menangis...
Menangisi ramadhan yang pergi.
Mengapa?
Sebab, kami masih butuh puluhan ramadhan untuk melunakkan hati kami, merawat iman kami, mengasah kepekaan kami.
Kapankah kami akan menyadari kebebalan hati kami, bila bukan di bulan ramadhan?
Kapankah kami berusaha berpura-pura baik, hingga kami lupa sedang berpura-pura, bila bukan di bulan ramadhan?

Ramadhan akan pergi, tersemai sekelumit harap untuk berjumpa dengannya lagi.

Bila kita tak mampu menangisi kepergian ramadhan, tangisilah diri kita sendiri... sebab kenikmatan berlelah dalam ibadah tak kunjung kita dapati.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget