Pages

28 February, 2016

[Kajian] Pilar-pilar peradaban baru di Madinah

PILAR-PILAR PERADABAN BARU DI MADINAH (BAG. 2)

Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia
Minggu, 28 Februari 2016
Ustad Salim A. Fillah

Sesampainya Rasul di Madinah, beliau berkhutbah--yang amat berkesan di hati Abdullah bin Salam--seperti ini,

"Hai manusia, tebarkanlah salam, sambunglah tali silahturrahim, dan berbagilah makanan, salatlah di malam hari ketika manusia tidur. Kalian akan masuk surga Allah dengan sejahtera."

Dari khutbah itulah asas-asas kemasyarakatan dikokohkan.

1. Tebarkanlah salam
Saat memberi salam, hayatilah benar-benar arti dari "Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", bahwa kita sedang mendoakan saudara kita (orang yang diberi salam). Saat salam, wajib bagi kita menjaga keselamatan saudara kita dari kejahatan lisan dan tangan kita, serta kita adalah wasilah Allah untuk menjadi rahmat bagi mereka.

Rasulullah pernah mendatangi rumah sahabat dan mengucapkan salam sampai tiga kali, namun tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Setelah tiga kali tak berbalas, Rasul pun bergegas kembali. Namun pemilik rumah keluar dan menahan Rasul untuk pergi.

"Aku telah mengucapkan salam tiga kali, namun tak ada jawaban, maka aku hendak kembali."

"Sesungguhnya saat engkau mengucap salam, aku menjawabnya dengan lirih ya Rasul, hingga kau tak mendengar."

"Mengapa kaulakukan itu?"

"Sebab aku ingin agar engkau mendoakan kami lebih banyak yaa Rasul."

Kisah tersebut menggambarkan kecerdasan para sahabat yang begitu pandai ingin mereguk berkah dari doa manusia mulia yang begitu mustajab didengar oleh Allah tersebut. Dari kisah tersebut pula kita belajar adab bahwa saat kita mengucap salam tiga kali di sebuah rumah--saat bertamu--namun tidak ada jawaban, maka kita harus kembali. Sebab besar kemungkinan kita bertamu di saat yang tidak tepat. Maka adab bertamu pun memiliki waktu. Ada waktu yang disarankan tidak bertamu pada waktu itu, sebab waktu tersebut adalah waktu capek. Waktu yang dimaksud adalah ba'da zuhur hingga ashar, dan selepas isya hingga fajar. Etikanya, bila ingin bertamu di waktu tersebut, hendaklah kita memberi kabar lebih dahulu pada pemilik rumah. Cara demikian lebih ahsan dan memberi maslahat pada kedua belah pihak.

2. Sambunglah tali silahturrahim
Kita semua adalah satu rahim. Hanya berbeda kedekatan atau jauhnya. Memiliki kekerabatan dari rahim ibu, rahim nenek, rahim buyut, hingga rahim Hawa. Maka hendaklah kita menyambung tali silahturrahim dari yang paling dekat dan dari yang memutusnya. Sebab dalam masyarakat, biasanta konflik terberat adalah konflik antar saudara/dekat. Bila dibiarkan, hal itu bisa merusak kokohnya masyarakat.

3. Berbagilah makanan
Kebiasaan berbagi makanan dapat mengokohkan masyarakat. Allah memberikan berkah pada makanan yang dibagi. Bahkan metabolisme/sistem pencernaan kita berada pada saat yang optimal ketika kita berbagi makanan. Sebab ada rasa bahagia saat makan bersama. Makanan untuk dua orang bisa jadi tiga orang, dst. Berbeda saat makan sendiri.

Hal paling penting dalam menjaga keutuhan keluarga adalah membiasakan makan bersama. Pertahankan hal itu, sebab itu merupakan sunnah Nabi. Makan sembari berzikir, memuji Allah dab membicarakan kebaikan. Tentunya dengan urutan ambil, kunyah, telan, bicara, ambil, kunyah, telan, bicara, bukan bicara saat mulut penuh. Kesempatan terbaik untuk memberi nasihat pun saat makan bersama. Hal ini pernah Rasul lakukan pada seorang anak kecil. Saat mengingatkan agar membaca doa sebelun makan, menggunakan tangan kanan, dan makan dari yang paling dekat (saat menunya homogen).

Berbagi makanan berbeda rasanya dengan berbagi uang. Sebab berbagi sesuatu hal yang sudah jadi tanpa membuat repot orang dibagi (harus beli dulu, menukar uang menjadi barang) adalah lebih utama.

4. Salat di malam hari ketika manusia lain tidur
Jika tiga hal sebelumnya merujuk pada aksi nyata dan langsung ke masyarakat, maka hal terakhir ini menunjukkan bahwa sebuah masyarakat akan baik bila ada seseorang yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama. Tapi tetap saja keempat hal ini harus dijalankan seiring, tidak hanya salah satu saja. Hal keempat ini adalah penutup bagi celah hati objek dakwah yang belum tersentuh melalui salam, silahturrahim, dan berbagi makanan, maka mintalah pertolongan Allah.

Lalu hal pertama yang dilakukan Rasul sesampainya di Madinah adalah mempersaudarakan kaumnya.

*Proses persaudaraan terbagi menjadi dua:

A. Persaudaraan sesama Muhajirin
Kaum muhajirin menjadi lemah saat hijrah, sebab mereka mendapati perubahan drastis dari gaya hidup di Mekah dengan Madinah. Maka, rasul pun mengokohkannya dengan persaudaraan. Perhatikan betapa jelinya Rasul mempersaudarakan karakter yang begitu berbeda namun saling melengkapi, seperti:
- Persaudaraan Abu Bakar dan Bilal bin Rabah. Dua-duanya begitu kompak sakit saat sampai di Madinah, saking rindunya dengan Mekah. Yang satu bangsawan terhormat, yang satu lagi budak. Dan makna mendalam antara yang membebaskan dengan yang dibebaskan. Ingat, bahwa Abu bakarlah yang membebaskan bilal.

- Persaudaraan Umar bin Khattab dan Abdullah bin Mas'ud. Umar begitu kekar, besar sedangkan Ibnu Mas'ud begitu kecil--betisnya. Namun kekaguman Ibnu Mas'ud begitu tinggi pada Umar.

- Persaudaraan diri Rasul dengan Ali bin Abi Thalib. Merupakan penghargaan terbesar Rasul pada keberanian Ali saat menggantikan posisi tidur Rasul ketika hijrah. Bahkan Ali hijrah sendirian dengan berjalan kaki dan tiba dengan luka berat.

- Persaudaraan Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin 'Auf. Yang satu good boy, berbakti pada orangtua (Abdurrahman bin 'Auf). Yang satu lagi bad boy tapi anak mama (sayang dengan ibunya), sebab dialah yang menumpahkan darah pertama di agama Islam karena diganggu saat salat.

B. Persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar

Ada hadits mutafaq alaih, "Berkhudwahlah kalian pada dua orang sepeninggalku, Abu Bakar dan Umar bin Khattab."

Kata khudwah ialah artinya mengikuti jejaknya sama persis. Dari hadits ini, dapat ditafsirkan bahwa untuk meneladani Rasul pilihlah salah satu di antara dua jalan yang mendekati: Abu Bakar yang lembut ataukah Umar bin Khattab yang keras?

Sebab secara umum, karakter umat terbagi menjadi dua itu. Seperti abu bakar yang lembut, namun tidak kelewat hingha jadi lembek. Atau seperti umar bin khattab yang keras, namun tidak kelewat hingga jadi kejam. Atau bila ingin dibagi menjadi empat, pilihlah di antara empat khulafaurrasyidin. Meski jika ditilik, Ali mendekati Umar, dan Usman mendekati Abu Bakar. Apakah ingin seperti Ali yang suka bercanda, easy going namun tidak kelewat batas dan tahu kapan harus serius. Atau seperti Usman yang begitu pemalu namun tidak kelewat menutup diri hingga antisosial. Jika ingin diperluas lagi, pilihlah dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Meski jika ditilik lagi, dari 10 itu mana yang termasuk geng Abu Bakar dan mana yang Umar.

*Lalu Rasul membangun masjid.
Masjid adalah tempat berkumpul dan belajar. Seharusnya masjid memiliki pemetaan yang jelas terhadap sasaran dakwahnya. Misalnya masjid Quba untuk sasaran dakwah Bani Israil di Quba. Bahkan jika begitu baik, bisa sampai sensus. Persis seperti yang Rasul lakukan, sampai beliau tahu siapa saja yang tidak hadir salat berjamaah.

*Membuat Piagam Madinah di tahun 2 Hijriah
Berisi 47 pasal yang mengatur perjanjian dengan berbagai kaum (yahudi, dll) serta pengaturan hak dan kewajiban Muhajirin dan Anshar. Inilah konstitusi pertama yang diajarkan Rasul. Yang kelak diadopsi menjadi Magna Charta di Eropa.

*catatan sepemahaman penulis

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget