Pages

28 April, 2015

[Ilmu] Saksikanlah bahwa aku seorang muslim (part 1)

Kajian Majelis Jejak Nabi
Minggu, 26 April 2015 di Masjid Bank Indonesia

Saksikanlah bahwa Aku Seorang Muslim (Part 1)
Oleh Salim A. Fillah

Assalamu’alaykum wr.wb.

Para salafus sholeh mengatakan jika engkau ditanya apakah engkau beriman? Hendaklah engkau diam, sebab jika engkau mengatakan tidak, tentu saja itu adalah ukuran sementara, ketika engkau mengatakan iya maka bisa jadi engkau telah berdusta, sebab engkau belum memenuhi hak-hak keimanan yang Allah bebankan kepadamu. Demikan pula, seorang salafus sholeh pernah mengatakan kepada sahabat-sahabatnya, apakah kalian orang-orang yang sholat? maka sahabat-sahabatnya menjawab bagaimana engkau bisa bertanya demikian padahal kita baru saja sholat bersama-sama di dalam shaf pertama di mesjid. Maka alim ini mengatakan, apakah kalian orang-orang yang tidak berkeluh kesah lagi kikir ketika ditimpa keburukan tidak berkeluh kesah, dan ketika ditimpa kebaikan tidak menjadi orang-orang yg pelit terhadap sesama. Apakah kalian orang-orang yang mendawamkan sholat kalian yang menyambungkan sholat yang satu dengan sholat lainnya, sehingga antara salam dan takbir di sholat berikutnya terjaga kekhusyu’an, tercegah dari keji dan mungkar. Apakah kalian orang-orang yang membenarkan hari pembalasan? Apakah kalian orang-orang yang kemudian takut, senantiasa berkeluh-keluh di dalam hati terhadap azab dari Rabb kalian? Apakah kalian orang-orang yang senantiasa menjaga kemaluan kalian kecuali terhadap istri-istri kalian? Dan apakah kalian orang-orang yang senantiasa menjaga janji? Dan apakah kalian orang-orang yang senantiasa menegakkan persaksian? Maka terdiamlah para sahabatnya. “Engkau telah bertanya sesuatu yang meragukan mereka”. Benar, sebab aku bertanya, apakah kalian orang-orang yang sholat? Maka aku telah membaca firman Allah di dalam Surat al Ma’arij ayat 19-35 :

“Sungguh manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila ia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan ia menjadi kikir. Kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat. Mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta dan orang yang mempercayai hari pembalasan dan orang-orang yang takut terhadap Tuhannya. Sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada yang merasa aman dari kedatangannya dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), merekalah orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itu dimuliakan di dalam SURGA”.

Kata para sahabatnya, ”Bukankah dirimu sedang bertanya, “Apakah kalian termasuk para ahli surga?” “Maka bagaimana kami akan menjawab?”. Sebab di akhir ayat itu menyatakan, mereka itu (golongan yang disebut di dalam surat Al Ma’arij) adalah orang-orang yang dimuliakan di dalam surga.

Ada hal-hal di dalam diri yang sangat berat konsekuensinya, seperti iman, seperti sholat. Sehingga orang-orang terdahulu ketakutan apabila ditanya, apakah engkau beriman? Apakah engkau orang islam? Sebab mereka pewaris para nabi, yang para nabi demikian tawadhu’ kepada Allah SWT.

Perhatikan bagaimana kisah Nabi Yusuf AS, ketika ia mengatakan, “Sesudah perjalanan yang sangat agung di dalam hidupku, melalui lika-liku kehidupan yang sangat indah, yang Allah menyebut ceritanya adalah sebaik-baik kisah di dalam Al Qur’an. Maka puncak dari cita-cita Nabi Yusuf adalah “Ya Allah, kumohon matikan aku sebagai seorang muslim. Dan jadikan aku, meskipun aku tak pantas, agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sholeh (Surat Yusuf ayat 101)”.

Perhatikan Kisah Nabi Sulaiman yang berdo’a “Robbi auzi`ni an asyquro ni’matakallati an`amta allaya wa `ala walidayya wa an a’mala sholihan tardhohu wa ad khilni birohmatika fi ibadikas sholihin“ (An Naml; 19) yang artinya : Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk selalu mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada kedua ibu bapakku dan mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridhoi, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang Sholeh”. Sebab tanpa rahmatMu aku bukan termasuk orang-orang yang sholeh.

Begitulah kisah orang-orang yang sangat mulia, yang sangat tawadhu’ di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.

Ketika kita mengatakan “Kami telah beriman”. Allah mengatakan “Jangan katakan kami telah beriman, tetapi katakanlah kami telah berislam”.

Ada satu identitas yang Allah perintahkan kepada kita utk menampakkannya, menyampaikannya kepada seluruh umat di dunia, maka saksikanlah oleh kalian bahwasanya kami adalah orang-orang muslim. Islam adalah identitas yang sangat agung, yang kita banggakan.

Ada 4 kesadaran yang harus kita ketahui sebagai muslim, yaitu:

1. Kesadaran identitas
➡ Allah yang memberi nama kita sebagai muslim. Jadi identitas muslim bukan manusia yang memberikan namanya, tetapi Allah.

Sebab kita memohon kepada Allah “Ya Allah, tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yg engkau beri nikmat”. Kisah orang-orang yang diberi nikmat terbentang di dalam Al Qur’an mulai dari Nabi Adam AS s/d Nabi Muhammad SAW, yang kesemuanya adalah gambaran identitas sebagai seorang muslim. Kisah bahwa menjadi seorang muslim adalah seseorang yang jika pun gagal, adalah mereka yang mampu memaknai kegagalannya, sebab mereka yg sebenar gagal adalah yang gagal memaknai keberhasilannya, bahwa keberhasilan itu berasal dari Allah SWT. Dan contoh tersebut terdapat di dalam Al Qur’an di mana Allah mengkontraskan sejak awal, kisah Nabi Adam dengan iblis. kisah Nabi Musa dengan fir’aun.

Kesadaran identitas sebagai muslim dimulai sejak Allah menciptakan Adam lalu Allah memerintahkannya sebagai khalifah di muka bumi.

2. Kesadaran kompetisi
➡ Menjadi muslim adalah kesadaran kompetisi, sebab Allah SWT menciptakan kehidupan dan kematian, menciptakan bumi dan segala yang ada di atasnya untuk menjadi ladang Musabaqoh bagi umat manusia. Untuk menguji siapa di antara mereka, manusia itu, siapa yang paling baik akhlaknya. Hidup ini Musabaqoh. Hendaklah orang-orang berlomba-lomba untuk kebaikan, karena dunia ini tempat kita menanam kebaikan, dan akhirat adalah tempat kita memanen hasilnya. Kesadaran kita sebagai seorang muslim di dalam kompetisi ini adalah kita telah mendaftar di sebuah perlombaan, di mana Allah sebagai panitia dan menjadi jurinya. Mendaftarnya dalam bentuk “Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaah, Wa Asyhadu Anna Muhammadurrasulullaah”. Mereka yang tidak mendaftar, tidak berhak mencapai garis finish dan mendapat hadiahnya. Ada kisah seorang yang ikut berlomba, namun tidak mendaftar. Yaitu kisah ibu theresa. Sosok yang banyak berbuat kebaikan hingga akhir hayatnya, namun ia belum terdaftar sebagai muslim.

 3.Sinergi
➡ Kesadaran sinergi, seorang muslim dengan keimanannya, mereka bersaudara. Bahkan yang sudah mati pun adalah saudara kita yang kita selalu mendo’akannya. Karena terhubung dengan iman, terhubung dengan cinta. Persaudaraan itu betapa luasnya, bukan hanya bisa bertatap muka, tetapi bahkan berbeda rupa, dipisahkan jarak. Sebab cinta yg tersambung oleh iman, membuat kita bisa meraih manisnya hidup. Mencinta karena Allah, membenci karena Allah. Cinta kita kepada sesama muslim, membuat kita mencapai kedudukan di sisi Allah SWT, yang tidak dapat dicapai oleh amal-amal pribadi kita. Nabi SAW bersabda “Engkau akan bersama orang-orang yang engkau cintai.”

4. Misi
➡ Sebab menjadi seorang muslim dicurahi Allah SWT cahaya yang sangat agung, iman, sebab tidak beriman salah seorang kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Ada sebuah kisah, seorang teman yang sedang studi di Jepang. Tetangga di apartemennya sedang berlibur selama 10 hari. Setiap kali pengantar koran mengantarkan koran ke kamarnya, ia mengambil dan meyimpannya untuk nanti diberikan ketika tetangganya itu pulang. Ketika tetangganya itu pulang, ia berikan koran yang sudah tersusun rapi itu kepada tetangganya. Lalu si tetangga itu bertanya “Anda peduli amat sama koran saya?” Lalu ia menjawab “Karena kalau ada koran berserakan di depan pintu Anda, orang akan tahu kalau tempat tinggal Anda kosong. Saya khawatir ada orang-orang yang berniat jahat” Bukan hanya merapikan koran-koran itu, tetapi teman saya ini juga menyapu bagian-bagian yang perlu disapu. Selain itu, istrinya juga sering membuat makanan indonesia dan menempatkannya pada rantang besar lalu diberikan kepada tetangga-tetangganya sambil berkata “Silakan dicicipi, mohon maaf kalau tidak suka, karena ini makanan dari indonesia.”  Lalu org jepang ini heran dengan kebaikan teman saya ini dan bertanya, “Siapa yang mengajarkan Anda berbuat seperti ini?” Lalu dijawab oleh teman saya “Seorang yang ingin saya kenalkan kepada Anda. Dia adalah Muhammad SAW”. Singkat cerita, pada akhir studi teman saya ini ada sekitar 5 atau 6 keluarga yg bersyahadat. Orang-orang yg dibinanya ini menjadi penggiat di dalam dakwah. Itulah kesadaran misi sebagai muslim yaitu memperkenalkan Allah dan Rasul-Nya.

-catatan ka Desri Maulina-

No comments:

Post a Comment

Text Widget