Pages

20 January, 2016

[Review buku] Prophetic learning

Judul: Prophetic learning (menjadi cerdas dengan jalan kenabian)
Penulis: Dwi Budiyanto
Penerbit: Pro U media
Dimensi: 268 hlm, 14 x 20 cm, cetakan 2 januari 2010
ISBN: 979 1273 30 8

Mengapa ilmu yang di sekolah atau di perguruan tinggi tidak memiliki efek dalam membentuk sikap hidup keseharian pembelajarnya?

Demi menjawab pertanyaan itu, penulis menawarkan sebuah metode baru bernama prophetic learning yang ditimba dari pengalaman generasi pemenang, dari khazanah sejarah emas Islam. Bagaimana Rasul, sahabat dan para tabi'in tabi'at berhasil mengoptimalkan diri mereka.

Menurut buku ini ada skema proses belajar generasi salaf yang terbagi menjadi 4:

1. Cerdas menata pikiran
Semua berawal dari pikiran. Apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi. Jika kita berpikir bisa, maka akan bisa, dan sebaliknya. Untuk menata pikiran, kita bisa melakukan 4 hal berikut: eliminasi/menghilangkan pikiran-pikiran negatig yang ada dalam diri, substitusi/mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif, visualisasi/membuat gambaran nyata tentang keinginan-keinginan kita, dan ekspektasi rabbani/mengharap pada Allah melalui doa.

2. Cerdas dengan menata mental
Pikiran menentukan arah, sementara mental memberikan suntikan energi yang akan menghasilkan tindakan. Empat hal yang dapat dilakukan untuk menata mental adalah menumbuhkan kemauan, melahirkan efikasi diri/keinginan yang kuat untuk sukses, mendayakan kesabaran (sabar dalam menghadapi kekurangan sarana, sabar dalam menangkal godaan selama belajar, dan sabar dalam memahami materi), dan menciptakan zona nyaman.

3. Cerdas menata fisik
Ketika jiwa begitu menggelora, maka fisik pun harus kuat mengikutinya. Sebab itu kita harus memperhatikan makanan yang dimakan, mengoptimalkan gerakan untuk kecerdasan, dan istirahat yang cukup.

4. Cerdas menjadi guru
Cara tercepat untuk belajar adalah dengan mengajarkan. Sebab fitrah manusia ingin menampilkan yang terbaik dari dirinya di hadapan orang lain (self presentation).

Berikut kebiasaan muslim pembelajar yang akan mendorong munculnya tradisi-tradisi muslim pembelajar:
1. Pada mulanya adalah membaca
2. Raudhah itu bernama perpustakaan dan toko buku
3. Tentang efektivitas baca (rumusnya: jumlah kaya/waktu baca (detik) x 60. Alhamdulillah saya mendapat nilai 334 kata per menit)
4. Menulis, tradisi mengikat gagasan
5. Rihlah ilmiah
6. Tradisi berpikir (tafakur)

Cara rasul mengajar:
1. Beliau menanamkan struktur berpikir ilmiah yang berpijak pada alasan dan dasar hukum yang valid (salih) dan jelas (wadhih)
2. Memberi jawaban tidak sekadar pada pertanyaan, tetapi menjawab dengan kaidah umum
3. Memberi perhatian terhadap potensi murid/mitra belajar
4. Menghubungkan materi dengan kenyataan sehari-hari
5. Memberi apresiasi positif bagi mitra belajar
6. Menyampaikan materi dengan menarik dan variatif

Terakhir untuk melejitkan potensi adalah harus bersinergi. Belajar dari formasi angsa saat terbang yang membentuk huruf V, belajar dari semut dan lebah. Serta menjafi cerdas dan berkarakter.

Secara keseluruhan, saya tertarik membaca buku ini sebab kata pengantarnya yang membuat saya ngejlebb... yaitu ketidaksingkronan antara ilmu yang kita dapatkan dengan keseharian kita. Lalu jawabannya adalah ke akar niat atau motivasi belajar kita. Namun semakin masuk ke isi, saya merasa yang dibahas biasa saja. Meskipun penulis sudah berusaha membuat beragam lembar perubahan, program ikhtiar dan sebagainya untuk mengajak pembaca membuat perubahan setelah membaca buku ini. Gaya bahasanya cukup ringan, dan mengalir.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Historia vitae magistra.
Pengalaman adalah guru terbaik."

"Seringkali yang membuat ujung pena terhenti menuangkan kata adalah keinginan untuk melahirkan tulisan yang banyak disanjung orang. Padahal, yang memecahkan kebuntuan adalah sikap apa adanya dalam menuturkan kebenaran." Moh. Fauzil Adhim (Hlm. 193)

"Tidak ada pahlawan yang dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar dengan hanya mengandalkan satu sumber energi. Misalnya, dengan hanya mengandalkan energi jiwa tanpa bantuan energi lainnya. Seorang pahlawan bekerja dengan keterlibatan seluruh instrumen kepribadiannya." (Hlm. 242)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget