Pages

23 December, 2013

Seorang ibu bertanya pada anak gadisnya,

Seorang ibu bertanya pada anak gadisnya,
“Siapakah yang akan kamu pilih, Nak?”

Sang anak menjawab,
“Pilihan bukanlah di tanganku, Bu. Aku hanya mampu menilai dan menentukan ketika mereka sudah menyatakan di hadapanmu dan memutuskan untuk serius denganku.”

Sang ibu menghela nafas panjang,
“Kau tahu, Nak. Tidak pernah ibu menyaksikan begitu banyak kumbang di dekat sebuah bunga, seperti lelaki di dekatmu. Kau seperti bunga langka, yang begitu menarik dengan wangi tubuhmu. Itu suatu anugerah, namun itu juga suatu musibah. Kau tahu, ibu takut… bunga yang indah itu, bila terlalu lama dibiarkan, ia lupa bahwa sejatinya bunga harus mengalami penyerbukan. Lalu waktu menggerusnya dan keindahannya akan menua lalu memudar. Lantas ia mati tanpa meninggalkan generasi berikutnya. Ibu hanya takut hal itu terjadi padamu, Nak. Sebab kegagalan menikah pada wanita lebih melukai, daripada kegagalan menikah pada laki-laki. Itu sebabnya Ibu lebih 'sibuk' menasihatimu agar tidak salah menikah.”

Sang anak terdiam, lalu berkata pelan,
“Aku tahu, Bu…, sangat tahu. Itulah kesadaran pertamaku saat memulai prinsip ini. Aku tahu, aku bermain api yang begitu mudah terbakar, maka aku membentengi dengan semua tirakatku selama ini. Kepada Tuhan aku kembalikan semuanya. Sungguh, tidak ada suatu pengetahuan atau pun kekuatanku tentang hal itu. Dalam otak dan pikiranku, selalu aku menganggap mereka sama selama mereka tidak membuat diri mereka menjadi berbeda. Selalu aku tekankan, bahwa aku hanya memperlakukan mereka seperti teman lainnya, tak pernah kumasukkan sedikit pun ke dalam otak terlebih hatiku. Aku menyibukkan diri untuk memperbaiki diriku yang tak kunjung sempurna. Itu saja sudah menyita waktu dan perhatianku, Bu. Sungguh, aku lelah. Aku pasrah..  dalam iringan usahaku menyempurnakan diri sebagai hambaNya.”

Mata sang ibu berkaca-kaca, anak gadisnya yang selalu menjadi anak terkecil di matanya telah tumbuh begitu dewasa. Tak ia kira, gadis itu mampu memikat banyak lelaki dengan beragam latar, status, bahkan pendidikan. Sang ibu hanya mampu berdoa yang terbaik untuk kebanggaannya.
“Ibu percaya padamu, Nak. Ibu percaya dan ibu selalu titipkan penjagaan atasmu padaNya.”

Selesailah malaikat mencatat janji dan doa yang tersulur dari dua hati yang berusaha menyuci itu.
 
Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget