Pages

11 January, 2015

Surat untuk kakak lelaki yang tak pernah kumiliki

Dear kak bedul,

Kita satu almamater, tapi baru dekat satu tahun terakhir di kantor. Aku ga kenal kamu di kampus, pun di kantor hanya sebatas "say hi". Tapi sejak kepergian ka lili dan ka oche, mau ga mau aku harus mulai mengenalmu. Sebab kita partner. Dan saat itu, kita hanya memiliki kita. Bagiku, itu sebuah tantangan besar. Sebab, aku pernah berjanji menjaga jarak dengan lelaki. Karena persahabatan antara lelaki dan wanita pada akhirnya akan kalah dengan pendamping. Dan aku memiliki trauma dengannya. Belajar dari kesalahan yang sama, aku membentengi diri dengan kegalakanku. Tapi, bodohnya... aku merasakan ketulusanmu, dan aku tahu bahwa kamu tak akan memanfaatkan situasi.

Perlahan aku pelajari karaktermu, dan aku melihat banyak pengorbananmu. Meski kamu diam saja, aku tahu betapa repotnya dirimu menghadapi timmu. Kepemimpinanmu yang sering kutuntut lebih, bahkan mencoba memperbaiki habitmu yang melekat (datang siang, susah bangun pagi karena tidurnya pun tak tentu), kamu iyakan. Hingga aku merasa kesal sendiri melihatnya. Kamu terlalu baik. Dan terlalu mengorbankan hidupmu, kesehatanmu. Tapi, begitulah dirimu. Berapa kali kita perang dingin. Berapa kali kita ingin coba berlari, namun kembali berusaha berpijak di sini. Perlahan, aku mulai memahamimu dan menyayangimu sebagai kakak lelaki normal yang tak pernah kumiliki.

Kamu dengan kemurahan hatimu, mengabulkan apa yang kuminta. Meski mungkin saat berjalan bersamaku, itu adalah saat membosankan. Sebab, aku memang tak pandai membuka percakapan. Terlebih dengan lelaki. Tetap saja, aku harus menjaga diri, bukan? Tapi kamu tetap memperlakukanku dengan baik. Entah bagaimana masa lalumu, apa yang sedang kauhadapi sekarang, dan cerita lain di luar sana tentangmu. Yang kutahu, kamu adalah kakak lelaki terbaik, partner kerja terhebat yang pernah hadir di hidupku.

Perpisahan denganmu, merupakan hal yang berat dibanding kedua kakak sebelumnya. Mengapa? Sebab, segala tentangmu akan kurapikan dalam ingatan, lalu kupojokkan dan kemungkinan besar kubiarkan berdebu dan tak kulongok lagi. Kamu mencoba tetap menjaga silahturrahim dengan bertanya "Memang kamu ga mau nonton sama aku lagi, Met?"

Haha... aku cukup terharu. Tapi, kita sudah tidak bersama lagi. Dan tak ada alasan bagiku untuk mengganggumu lagi. Melalui surat ini, aku ucapkan banyak terima kasih untuk semua pembelajaran yang kamu berikan. Begitu banyak kejadian yang membuatku belajar dewasa, terutama dari sisi emosional. Aku juga minta maaf dari sekarang, bila nanti kita berpapasan, bertemu, mungkin hanya akan sebatas "say hi", lalu pergi menghindar, seakan kita tak pernah dekat. Jangan kaget. Perpisahan buatku tak mudah. Berapa banyak kehilangan yang kualami, membuatku agak sulit menerimanya dengan cepat dan lapang dada. Aku tak sehebat itu untuk berbesar hati. Nyatanya, masih ada anak kecil yang bersemayam dalam diriku.

Selamat berpisah, kak bedul.
Semoga kamu mengenangku dalam keadaan terbaik. Maafkan adikmu ini...

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget