Sumber : google |
Hujan menyambut gadis
berkerudung merah itu ketika sang gadis menjejakkan kakinya di aspal. Tersenyum
sang gadis bertanya, “Apa kabar langit hari ini?”
“Hmm..pertanyaan retoris.” Hujan
tersenyum lalu melanjutkan, “Kau pasti sangat tahu apa kabar langit hari ini.
Karena ia sama seperti suasana hatimu.” Hujan memandang tajam mata gadis itu.
“Huuf,,,tak bisakah aku mengelak
darimu?”
“Matamu tak bisa berbohong
manis. Tentu kau tahu mata adalah cerminan hati. Walaupun kau tersenyum, aku
tahu bahwa itu hanya usahamu menjaga airmata agar tak luruh di keramaian.”
“Hujan itu indah ya..”
“Mengapa kau mengelak?”
“Butirannya yang jatuh ke bumi
sangat syahdu. Terutama kala petang seperti ini. Bermandikan cahaya lampu dari
sorot lampu kendaraan dan lampu jalanan. Berkilau seperti permata tertimpa
sinar.”
“Gadis,,ceritakanlah..”
“Kau tahu kaleidoskop? Itulah
yang kulihat sekarang terhadap dirimu. Kau Nampak indah dari berbagai sisi,
berbias di mataku yang tak sempurna..”
“bias itu karena air matamu yang
telah menggenang di pelupuk matamu gadis. Ada apa denganmu hari ini? Tak maukah
kau berbagi denganku lagi?” hujan mendesak.
Hening.
Hujan melihat tak ada hasil dari
desakannya. Hujan pun tak mau mengganggu ketenangan sang gadis. Ia pelankan
deras tubuhnya, berubah menjadi gerimis lalu perlahan ia pergi. Meninggalkan
sang gadis berkerudung merah dengan payung birunya. Sang gadis menutup
payungnya dan berbisik lirih “Maafkan aku Hujan..”
meta morfillah
21 September 2010 M/12 Syawal
1431 H
8 : 00 PM
No comments:
Post a Comment