Pages

12 August, 2014

Tentang mimpi, tulisan dan kesunyian

"Menulis adalah proses disiplin dalam berpikir."

PROSES.
DISIPLIN.
BERPIKIR.

Tiga kata utama. Kalau menulis sekadar mengurai kata, semua orang adalah penulis. Tapi, mengapa tidak semua orang melahirkan karya? Minimal sebuah buku. Terjawablah dari definisi di atas. Tidak semua orang mampu mengimani jalan sunyi seorang penulis. Berkutat lama dan dalam di proses, yang pada akhirnya dikenal sebagai 'proses kreatif' penulis. Disiplin dalam membuat waktu utama untuk menulis, bukan sekadar waktu luang, atau waktu sisa yang tersisihkan. Juga, bersedia berpikir. Berpikir radikal, mengenai apa yang ingin dituliskan, apa tujuan dan manfaatnya, apa dampak dari tulisannya.

Jadi, bukan teknik yang utama--walau tetap saja teknik menulis itu penting--harus dipelajari bagi penulis. Melainkan, proses berpikir kita. Bagaimana caranya agar pikiran menjadi sistematis, logis, dari prolog (awal) hingga ending (akhir) tidak salah logika. Itulah, yang membedakan penulis pro dengan awam. Mereka yang profesional, mampu mengemas berita remeh menjadi 'wah' dan berbeda, memakai sudut pandang yang tak pernah terpikirkan/tak biasa. Sedang yang awam, masih tahap modelling, meniru yang pro, main di kuantitas (jumlah banyak tulisan), tapi belum dapat feelnya.

Nah, saya banget tuh, kategori yang awam. Enggak di dunia fiksi, mau pun non fiksi. Di pekerjaan saya, membuat proposal, dan brosur pun, masih sering cacat logika. Belum paham-paham runutannya, masih sering miss. Pemikiran saya masih kurang disiplin. Terlalu fluktuatif, loncat-loncat seperti cengcorang di kebun. Pembelaan saya, ketika dites psikologi sih, karena saya orangnya acak-abstrak, jadi memang agak sulit mendetailkan hingga ke operasional/strategis. Ah, alasan aja kau, Met!

Intinya, saya merasa sedang mundur seperti undur-undur dalam hal tulisan. Futur dalam keimanan saya sebagai (calon) penulis. Benarkah saya siap dan mampu menjadi seorang penulis? Sedangkan cara berpikir saya masih belum benar. Aaaarghh.. Ada apa dengan otak saya? Bisakah direset ulang? Heh, dikata game watch!

Saya lagi sedih. Itu saja, sih. Saya sedih, mempertanyakan... Benarkah menjadi penulis adalah mimpi saya? Jika benar, penulis macam apa? Cuma artikel-artikel enggak jelas kayak gini? Buat cerpen saja kewalahan. Aah... Payah!

Ataukah jalan ini terlalu sunyi, bagi saya yang membenci sepi? Saya merindukan riuhnya jalan penulis, bersama saling menyemangati. Tapi, nampaknya harus dikunyah sendiri. Kembali lagi, jangan berharap mereka mengerti. Jangan berharap ditemani. Sekali-kali jangan mempercayai orang lain, kecuali dirimu sendiri! Sebab, mereka semua akan mengecewakanmu, semoga saja dirimu tak sebegitu teganya, mengkhianati mimpimu.


Meta morfillah

1 comment:

  1. semua profesional dulunya awam, tinggal kemauan dari diri kita untuk mau berproses, berpikir dan disiplin untuk menghasilkan sebuah karya. kita bisa kalau kita mau

    salam dari sesama (calon) penulis :3

    ReplyDelete

Text Widget