Pages

07 August, 2014

Ada beberapa pria yang lebih terbuka kepada sahabat wanitanya dibandingkan kekasihnya

Ada beberapa pria yang lebih terbuka kepada sahabat wanitanya dibandingkan kekasihnya. 

Salah satunya seperti sahabat saya, Jo. Sungguh lucu, ketika saya yang berbeda kantor dan hanya bertemu beberapa kali dalam sebulan, jauh lebih tahu tentang aktivitas dan hari-hari yang ia hadapi, dibandingkan kekasihnya. Contohnya, seperti dua minggu lalu, Jo mengajak saya nonton film, lalu di tengah serunya film, ia bercerita bahwa minggu depan ia akan mendaki Gunung Rinjani. Saya hanya mengangguk-angguk, setengah mendengarkan, karena lebih fokus pada film di hadapan saya.

Seminggu kemudian, Jihan—kekasih Jo—menelepon saya.

“Tha, kamu tahu enggak Jo ke mana?”

“Loh, bukannya dia ke Rinjani?”

“What! Aduuh.. itu orang ya, kenapa enggak bilang-bilang sih. Pantesan dari kemarin HPnya susah banget dihubungi. Kebiasaan deh, enggak pernah cerita.”

“….”

“Tha tahu dari mana dia naik ke Rinjani?”

“Dia sendiri yang ngomong pas nonton minggu lalu…”

“Hah? Minggu lalu dia nonton sama tha?”

“Iya. Kenapa?”

“Padahal minggu lalu aku juga ngajakin dia nonton, tapi dia bilang lagi malas ke bioskop. Iihh… Jo kenapa, sih? Nyebelin deh!”

Aku hanya diam. Tak lama Jihan memutuskan sambungan teleponnya. Huff… kejadian ini bukanlah sekali dua saja terjadi. Sejak kekasih pertamanya hingga kekasih kesekiannya saat ini, Jo masih saja berperilaku seperti itu. Dan sialnya, aku selalu saja kena getahnya! Jadi bagian pendengar curhatan kekasih-kekasihnya dan segala macam uneg-uneg mereka. Menyebalkan!

***

“Jo, kenapa sih lo enggak terbuka sama cewek-cewek lo?”

“Jihan ngadu lagi sama lo?”

Aku mengangguk.

“Kasihan tahu, cewek-cewek lo. Mereka pasti merasa dinomorduakan sama lo. Gw juga jadi enggak enak. Masak gw jauh lebih tahu kegiatan lo dibanding mereka sih…”

“Biarin aja, sih. Kan lo sahabat gw.”

“Iyaa… tapi enggak gitu juga. Memang kenapa, sih, lo enggak seterbuka itu ke cewek-cewek lo?”

Jo diam dan membuang pandangannya ke arah jam sembilan. Tanda bahwa dia tak mau membincangkan lagi masalah ini. Tapi aku bosan. Bosan menghadapi keluhan-keluhan yang sama dari kekasihnya.

“Atau… karena lo enggak pernah yakin sama mereka?”

Jo menoleh ke arahku. Alisnya yang sebelah mengernyit. Menampakkan kebingungan.

“Yaah.. lo gak pernah cerita sama mereka, karena lo berpikir bahwa hubungan lo sama mereka enggak akan lama. Jadi, buat apa cerita? Cuma buang-buang energi, toh!? Makanya lo lebih terbuka sama gw, karena gw sahabat lo, enggak ada kata ‘putus’ dalam persahabatan. Gitu?”

“Gila, lo, Tha! Pemikiran lo canggih banget. Cocok lo jadi detektif.”

Terasa sindiran dalam nada suara Jo. Dia kesal. Tapi, aku kan lebih kesal. Biar saja, sekali-sekali aku tak memedulikan tatapan marahnya.

“Apa kalau gw jadi cewek lo, lo bakal kayak gitu juga ke gw, Jo?”

“Case closed! Gw enggak suka berandai-andai, Tha.”

Jo beranjak pergi. Meninggalkan aku yang cemberut sebelum akhirnya mengalah dan mengikutinya. Aku tak mengerti pemikiran lelaki. Mungkin sama dengan lelaki yang tak pernah mengerti tentang kami, wanita.
***

1 comment:

  1. Tha, ini klise sih. Tapi coba deh kapan-kapan bicara hati ke hati sama Jo. Dan yang paling penting tanya dulu hati kamu *if you know what i mean* ;)

    ReplyDelete

Text Widget