Pages

04 December, 2014

Berhenti

Dokternya kurang cocok…

Bagaimana, bila kamu sudah tak memiliki ekspektasi apa pun, hingga memilih untuk menjadi batu. Diam di pojok sana, tidak peduli dengan sekitar, namun kecewamu tak hilang. Patah hati, bukan karena cinta lawan jenis. Patah hati yang lain, lebih kompleks. Hebatnya, kamu didiamkan saja. Dibiarkan. Hiduplah dengan caramu, sesukamu. Jiwamu yang awalnya supportif dan produktif, mulai melemah, memikirkan apakah menyerah, atau berubah menjadi iblis? Ciptakan beragam konflik dan bermasalah. Toh, mereka tak akan pernah peduli lagi padamu.

Menanggapi ketidakpedulian dengan ketidakpedulian lagi. Apatis, pesimis, dan lainnya.

Itukah yang diinginkan oleh mereka?

Entah… status quo kah?

Uluran tangan siapa yang bisa diharapkan?

Kita sama-sama sakit, namun tak mau mencari obatnya bersama. Padahal, jelas-jelas kita harus bersama mencarinya. Sebab, kita manusia. Tak bisa berdiri sendiri.

Ada nyeri yang sesak di dalam dada, membuat bimbang begitu meraja. Dan tibalah saatnya, menjadi tidak peduli.

Beliau sendiri yang bilang, tak butuh inisiatif, tak butuh dipedulikan selama yang menjalani senang. Jadi, untuk apa kaupeduli?
Berhenti.

Mungkin memang jawabannya harus berhenti. Meski kamu manusia, yang tak bisa mendiamkan saat ketidakadilan yang diulang-ulang menjadi pembenaran dan pemakluman.

“Sometimes people don’t notice the things you do for them… until you STOP doing it.”

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget