Pages

11 March, 2015

[Cerita Lirik] Ibu

Sebening tetesan embun pagi...
Secerah sinarnya mentari...
Bila ku tatap wajahmu oh ibu...
Ada kehangatan di dalam hatiku...


Boleh setuju, boleh tidak... bila saya membuat pernyataan bahwa obat dari segala obat adalah wajah ibu yang teduh, pelukan ibu yang hangat dan menenteramkan. Terlebih bagi mereka yang terpisah jarak dengan ibunya. Bahkan kehadiran ibu saja, bisa mengali-lipatkan kekuatan dan semangatmu. Menatap wajahnya, membuat hangat hati yang resah dan menghilangkan cemas yang merona.

Air wudhu' selalu membasahimu...
Ayat suci selalu dikumandangkan...
Suaramu penuh keluh dan kesah...
Berdoa untuk putra putrinya...


Satu hal yang paling kuingat tentang ibuku adalah saat ia beribadah pada Allah. Ibu senantiasa terbasuh wudhu, dan tak henti mengumandangkan ayat suciNya. Terlebih di waktu isya dan tahajjud malam. Saat terbangun dari tidurku, sering kudapati ia berdoa dengan suara penuh keluh dan kesah. Memohon mesra pada Rabb. Bahkan pernah kudengar ia menyebut nama lengkapku binti nama ayahku, mendoakan kelancaran urusanku tanpa kupinta. Doanya, adalah untaian kasih sayang yang mewujud keberuntungan bagiku. Semakin dewasa, semakin sering kukatakan ini padanya, saat mencium mesra tangannya yang bengkok dan penuh keriput
“Ma, doain yaa..”
Meski aku tahu ia akan senantiasa mendoakanku. Itu kulakukan semata untuk menegaskan penguatan dan menumbuhkan semangatku mendengar jawabannya “Iya, Mama doain. Semoga lancar urusannya.”

Oh ibuku...
Engkaulah wanita...
Yang kucinta selama hidupku...
Maafkan anakmu bila ada salah...
Pengorbananmu tanpa balas jasa...


Pernah suatu ketika, seorang kawan berkata padaku “Kelak, saat kau jadi ibu, kau akan jauh lebih mencintai ibumu. Setelah kautahu apa yang harus dilewati seorang ibu. Ibu yang mengurusmu dengan mengharapkan kehidupanmu, sementara kau mengurusnya dengan mengharapkan kematiannya.”
Mungkin memang benar. Tapi, tak perlu menunggu menjadi ibu... saat usia bertambah, aku semakin jauh mencintai ibuku. Membayangkan di usia sekian, ibu harus bekerja sekaligus menjadi istri dan ibu. Banyak peran yang ia jalani, dan tak satu pun dalam ingatanku yang muncul tentang ibu mengeluhkan pekerjaannya. Ibu selalu tampak tak ada beban. Sesekali ia terlihat sibuk terbenam dalam tumpukan kertas. Namun bila aku mengganggu dan menyita perhatiannya, ia tak menolakku dan tak mengeluh sedang ada kerjaan. Ia hanya mengalihkan perhatianku, tanpa membuatku merasa dinomorduakan. Akhir-akhir ini, aku semakin sering menangis. Menyadari bahwa waktuku dengan ibu semakin berkurang. Sebab bertambahnya usiaku menunjukkan berkurangnya jatah kebersamaanku dengan ibu. Sementara aku bertumbuh, ibuku bertambah lemah, renta, dan tua.

Ya Allah ampuni dosanya...
Sayangilah dia seperti menyayangiku...
Berilah dia kebahagiaan...
Di dunia juga diakhirat...


Di sela tangisanku, aku hanya bisa lirih memeluknya dalam doa. Memohon pada Rabb, agar ibuku disayangiNya sebagaimana ibu menyayangiku. Agar Rabb mengampuninya dan mengizinkan aku membahagiakan ibuku dengan usahaku sendiri. Mewujudkan kebahagiaannya di dunia dan akhirat, dengan beragam prestasi dan tetap menjaga akhlak. Berharap semoga di akhirat kami diperkenankan bersama kembali. Betapa kematian adalah niscaya, yang begitu menohok kesadaran tentang diri yang tak ada artinya.

*cerita lirik lagu Ibu - Sakha
Meta morfillah

1 comment:

Text Widget