Pages

04 July, 2014

Ucapan yang tak (akan) sempat diucapkan untuk pria juli

"Kamu persis seperti Bunda Aisyah r.a."

"Maksudmu?"

"Kamu cantik, cerdas, periang, lincah, energik, suka tertawa, begitu taat. Namun saat sedang ngambek atau marah, tak peduli pada keadaan sekitar. Untunglah kamu belum sampai pada tahap melemparkan piring di depan tamu seperti kisah Rasul."

"Hahaaa... Dengan satu kekuranganku itu, mampukah kamu memberi perlakuan padaku, seperti Muhammad memperlakukan Aisyah?"

Hai pria Juli! Ini bulanmu.. Bulan menyebalkan bagiku. Bulan Juli, menyimpan banyak kisahku dengan beberapa pria juli, salah satunya ya kamu. Entah, setelah kutelaah mengapa pria yang dekat, pernah dan hampir menjadi bagian hidupku kebanyakan lahir di bulan juli, ya? Semoga ini bukan pertanda. Sebab, aku tak ingin mencari patokan bahwa priaku harus lahir di bulan juli! Haahaaa... Lucu!

Lama kita tak berkirim kabar. Kadang aku kangen dengan celotehanmu yang memberikan semangat di pagi hari. Petuahmu dan peringatanmu kala kamu lihat aku mulai tak objektif. Nasihatmu untuk kembali lurus pada jalanku, jika aku agak sedikit melenceng dari prinsipku. Candaanmu nan cerdas dan cergas seperti percakapan kita di atas. Kamu benar-benar anomali. Sayang, kisah kita hanya sampai di sini.

Tenang saja, aku melepasmu seperti sungai melepas airnya bermuara ke laut. Biarlah... Lepas. Aku hanya sedang kangen. Penat dan duniaku sedang stuck, lalu teringat candaan-candaan kita yang kadang aneh bagi orang di luar kita. Aku hanya sedang kangen, bila aku tak boleh berandai untuk menjadi sahabatmu lagi.

Kautahu, sesibuk apa pun diriku, selalu ingat tanggal lahirmu. Tapi, kali keberapa sekarang? Saat aku tak lagi leluasa mengucapkan sekadar "selamat" untukmu. Aku ingin mengirimkan pesan "Selamat milad untukmu, barakallah atas sisa usiamu. Semoga menjadi imam, suami, dan ayah terbaik."

Tapi aku tak berani. Tak boleh. Takut kamu akan menderita sebab ucapanku. Maka untuk kamu yang melajukan biduk lebih dulu dariku, kutuliskan ucapan selamat yang tak (akan) sempat diucapkan ini. Percuma, karena tak akan dibaca olehmu? Aku rasa tidak. Sebab, ada satu hal yang kadang-kadang cukup kita dan Tuhan saja yang tahu kebenarannya. Sedangkan orang lain hanya menerka-nerka tulisan ini. Apakah realita atau hanya imaji sang penulis saja? Dan aku menikmatinya. Sebab ada satu ruang yang hanya aku pemegang kuncinya. Kututup rapat-rapat, dan tiada yang boleh tahu, termasuk bibirku. Hingga ia tak bisa menceritakannya kepada orang lain.


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget