Pages

22 July, 2013

Aku padamu, Komunitas ??!

Akhir-akhir ini makin banyak bermunculan komunitas. Hei... Itu berita bagus kan!? Artinya masyarakat kita semakin dinamis. Bahkan kekuatan komunitas berhasil menerobos masuk pasar penerbitan. Ramai-ramai memulai indie/self publishing atau menggandeng penerbit-penerbit baru untuk menerbitkan tulisan-tulisan di dalam komunitas mereka. Dan pasti laku! Dibeli oleh anggota komunitas mereka, tentunya. Sebuah kebanggaan, berkarya bersama dengan menjunjung bendera komunitas masing-masing.

Saya telaah, komunitas dapat tumbuh subur. Mudah dimulai, dari segelintir pemikiran orang-orang akan satu kesukaan yang sama. Namun, mudahkah menjaganya?

Nei..neii... Saya mengalami perpecahan komunitas yang melahirkan sebuah komunitas baru. Dalam waktu 5 bulan saja. Yaa... Terlalu dinamis akan konflik, ternyata tidak begitu baik. Yang ada hanya lelah dan kehilangan role model serta kepatutan loyalitas anggotanya. Hal itu akan memicu anggota untuk beralih ke komunitas lain. Yang lebih besar, lebih kuat, lebih terjaga dinamika, dan tentunya lebih teratur. Bahkan dalam komunitas, perlu sekali sebuah struktur organisasi sederhana.

Well, yang saya lihat dan pelajari selama 6 bulan terakhir ini... Yaitu:
1. Komunitas adalah miniatur organisasi besar. Bisa perusahaan, masyarakat, bahkan negara.
2. Kepemimpinan selalu dibutuhkan dalam sebuah komunitas, walaupun komunitas itu hanya terdiri dari beberapa orang yang dapat dihitung dengan jari tangan.
3. Pemimpin as leader, not manager. Anggota komunitas sangat butuh sebuah sosok. Sebelum akhirnya sosok itu menginternalisasi ke dalam diri mereka. Lebih jelas lagi, bila sosok itu disebut maka yang terbayang adalah komunitasnya. Pun sebaliknya, seperti ruh yang tak terpisahkan.

Well, tidak mudah mengorganisir banyak kepentingan, banyak kepala, dan banyak ide ke dalam sebuah pemikiran utuh (visi bersama). Kecerdasan emosional sangat diutamakan. Soo... Boleh saya berkata, jikalau Anda adalah pemimpin sebuah komunitas (entah kecil, sedang, besar, kantor, negara), seyogyanya asahlah terus kecerdasan emosional Anda. Cobalah terapkan hukum kelima dari 8 habit cofey: berusaha memahami terlebih dahulu, baru kemudian dipahami.

Satu masukan lagi, kecerdasan emosional tidak dapat terpisahkan dari kecerdasan lainnya. Life is system. Soo.. Jangan lupakan kecerdasan spiritual dan intelijen Anda tentunya. Percuma Anda menyenangkan kalau pada akhirnya Anda tidak dapat menyelamatkan diri Anda sendiri.

We can learn to learn again. Yes, we can. We should remember longlife learning. And the tombstone will be our diploma. Agree??


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget