Pages

10 July, 2013

Agonia

Sepuluh tahun di dunia katanya hanya seujung kuku waktu di akhirat. Itulah sebabnya dunia ini dikatakan fana dan sebentar. Tapi sepuluh tahun di dunia tetap saja berarti banyak.  Bagiku. Meniti hari sepuluh tahun setelah usia 11 tahun tanpamu. Sangat berbeda. Seringkali, kuhadirkan dirimu dalam bayangan langkahku di kala sepi. Kuhadirkan suaramu di kala sedih. Kuhadirkan petuahmu di kala hendak berbuat buruk. Merasai seolah-olah kau hidup dalam kehidupanku. Kepura-puraan yang menyenangkan. Suara lantang yang kuhadirkan dan ingin kudengarkan. Mungkinkah aku gila? Kurasa tidak, selama khayalanku membuatku terjaga dari keterpurukan. Sakitkah aku? Secara psikologis? Mungkinkah father complex? Atau hanya rindu yang merindu pekat? Tiada sosok yang sanggup menggantikan dirimu.

Tapi jadi bagus juga kan? Belajar dari kehilangan. Membuat kita lebih dewasa, mandiri, tidak cengeng, dan sedikit introvert. Hanya menampakkan tawa sedang tangis selalu bergemuruh di jiwa. Tak usah mereka tahu. Itu hanya rahasia kita.

Tapi mengapa ketegaran itu, yang kubangun sepuluh tahun sering luruh sekejap saat [ingin] kusebut namamu. Sesungguhnya menyebut namamu atau julukanmu pun ku tak bisa. Tak sanggup. Dan keirian seperti bocah masih sering menghampiri, kala melihat anak-anak di taman, bus, atau di jalan bergandeng atau digendong oleh ayah mereka. Aahh…agoniaku. Tak akan lengkap hidupku tanpamu. Agoniaku.


No comments:

Post a Comment

Text Widget