Pages

26 February, 2010

UDA-ku (Utusan Dari Allah)

Tiga huruf itu yang menjadi bagian hidupku.

Dia dikirim oleh Allah sebagai ladang amal bagi keluargaku.

Kupanggil ia Uda.

Dahulu aku malu bersaudara dengannya dan bisu menceritakan keberadaannya. Karena aku tak suka dengan belas kasih orang yang menatapku ketika kuceritakan bagaimana keadaannya yang terbatas. Aku selalu marah, karena yang kuinginkan tidak pernah terwujud. Aku selalu menganggap Tuhan tak adil. Karena ia berikan seorang kakak laki-laki yang boro-boro bisa melindungiku, melindungi dirinya sendiri pun tak bisa! Hingga remaja pun aku malas bila ada teman main ke rumah. Tak jarang ada yang bilang uda gila, hanya karena mendengar gerungannya. Dan aku, hanya diam dengan seribu gejolak amarah menyalahi nasib bersaudarakan dia. Tapi aku hanya bisa menahan di dalam hati. Karena walau dia begitu, dia tetaplah kakakku, yang harus kuurus.

Perlahan aku beranjak dewasa. Dunia berubah, begitupun aku. Aku remaja mengenal cinta. Aku remaja mengenal kasih. Aku remaja mengenal pedih. Dan aku remaja mengenal eksistensi. Aku remaja memiliki paradigma berbeda dengan kebanyakan. Karena hidupku pun berbeda. Aku lebih mudah tersentuh melihat anak jalanan, orang dengan keadaan terbatas. Karena akupun sadar betapa sulit itu tak main-main. Aku pun merasakannya. Dan itu terlatih karena Uda.

Uda yang mengajarkanku tiap harinya, tanpa ia sadari mungkin, bahwa hidup ini realita yang penuh liku-liku. Berbagai jalan hidup rupa warna menghiasi jagad. Uda yang ada tapi nyaris kurasa tiada. Karena seringkali aku hanya mengingat jam makannya, jam mandinya. Dan lepas dari itu, dia layaknya kerikil. Ada, namun tak diperhatikan. Rutinitas membuat aku lupa dan malas mengajaknya berbincang. Seringkali ia menegurku (dengan caranya yang khas) ketika aku pulang ke rumah, dan aku hanya menatap sejenak seraya berlalu tanpa hirau.

Maafkan aku uda, betapa dirimu terlalu sering kusiakan. Padahal mungkin lewat gerunganmu ingin kau sampaikan betapa sakit dan sepinya dirimu. Sudah tak pantas aku berandai kau itu normal. Sudah tak pantas aku berandai memiliki kakak laki-laki yang dapat memanjakanku. Sudah selayaknya aku memperlakukanmu sebagai makhluknya, yang juga berperasaan. Di usiamu yang ke 26 ini, adakah kau kecap kebahagiaan? Aku tak tahu.

Tapi, aku berterima kasih, Allah telah mengirimkanmu ke dunia ini. Menjadi saudaraku,malaikat tanpa sayapku, ladang amalku, pengasah kepekaan dan pikiranku. Maafkan aku uda dan Terima kasih atas hadirmu..

Aku sayang engkau, malaikat tanpa sayapku ..



-31 JANUARI 2010-

No comments:

Post a Comment

Text Widget