Pages

08 January, 2010

Hidup = trotoar

Pernah jalan di atas trotoar pembatas jalan??

Itu loh, yang ada di tengah jalan, misahin arus pergi dan arus pulang. Jalan setapak yang terdiri atas dua buah batako berwarna hitam dan putih. Yuupp ,,itu dia.

Aku sering. Kalau lagi nggak capek, bawa bawaan berat atau pulang larut malam aku jalan dari kolong jembatan tempat turun angkot sampai rumah. Bukannya irit, melainkan lebih banyak hal-hal bermakna yang bisa ‘kubaca’ jika jalan kaki. Melewati stasiun tanah abang, pasar tanah abang, dan kali banjir kanal barat. Mengingatkan diri untuk terus bersyukur dan memacu semangat untuk lebih baik setiap harinya.

Balik ke topic trotoar pembatas jalan. Tau nggak, aku berpikir sesuatu loh! Kalau boleh disebut, ini teori terbaru meta (again!!). Aku rasa yaa,,Hidup itu hampir mirip kaya trotoar pembatas jalan itu. Kita menitinya tiap hari, tanpa tahu kapan ujungnya. Dan dalam titian langkah kita itu,harus hati-hati biar ga jatuh,malah terkadang kita harus ‘berkorban’ untuk turun sejenak atau berpindah posisi bila terhalangi orang lain agar nggak tabrakan. Sama aja kaya hidup yang kita jalani. Kita nggak pernah tahu kapan hidup kita ini berujung, kapan kita wafat. Dan dalam meniti jalan kehidupan ini, kita harus hati-hati agar jangan sampai terjerembab jatuh. Jaga selalu kehormatan diri kita. Bila suatu saat ada suatu penghalang, atau buah pikiran kita tidak sesuai dengan kepentingan orang banyak, belajarlah untuk berkorban. Contohnya kita bermimpi menjadi penulis komik, namun orangtua berselisih keinginan, memaksa kita untuk menjadi guru. Cobalah kita sedikit mengalah (berkurban perasaan) dengan mempertimbangkan baik buruknya sembari mencari solusinya, sehingga tidak ‘bertabrakan’.

Selain itu, setiap kita melangkah di trotoar, selalu ada pilihan, mau menginjak yang berwarna putih atau hitam. Begitu pula hidup, bukan? Dalam tiap titian langkah kita, selalu ditawarkan pilihan mau baik atau buruk, kufur atau syukur. Satu lagi, yang sering saya rasakan ketika sedang memfokuskan diri meniti langkah di trotoar, seringkali tukang ojek atau supir mikrolet menawarkan pilihan instan, agar cepat tiba di rumah. Hidup pun begitu kawan. Seringkali kita ditawarkan sebuah solusi instan yang begitu menggoda(kaya iklan AXE), namun berhati-hatilah, karena tidak segalanya yang cepat itu baik. Contohnya, kalau saya terima tawaran supir tadi, mungkin lama-lama saya akan terkena ‘penyakit malas jalan kaki’. Padahal kan jalan kaki seribu langkah itu dianjurkan sama ANLENE (loh!). haha,, yaa maksud saya, di kehidupan anda, ada banyak cara instan menggapai impian, misalnya, mau kaya, ya korupsi. Mau kerja bergengsi, ya sogok perusahaannya, mau nilai bagus tanpa belajar, ya nyontek. Begituu kawan. Tapi semua yang instan seperti itu ga enak, Cuma bawa penyakit!! Enakan yang alami, nikmati proses berlelah-lelahnya. Karena Imam Syafi’I pernah bilang

“ Berlelah-lelahlah kamu, manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang.”

Dan untuk mengantisipasi hal itu, kita harus membentengi diri dengan keteguhan hati. Kalo lagi jalan tu ibaratnya yaa,,,,FOKUS.

Nahh,, ituu menurut meta,,hehehehheh. What about you?? (dengan nada agnes monica di iklan Vario)

No comments:

Post a Comment

Text Widget