Perempuan itu
berwajah muram. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, menahan dengan sangat agar
butiran itu tak keluar dari matanya. Hal sepele bagi teman-temannya, tapi
berbekas dalam bagi perempuan itu. Yah,,hatinya terlalu ringkih. Baik kita
sebut ia perempuan berhati ringkih. Ia sedang sial saja, berturut-turut berada
pada kondisi yang salah menurut temannya. Tapi tidak menurutnya. Ia mengakui
kepengecutan dan kelemahan dirinya. Ia sedang belajar menelan tanpa kunyah
keputusan yang ia ambil semata karena ia tak ingin merasakan betapa pahitnya
keputusan itu. Ingin bercerita dengan orang terdekatnya pun ia enggan. Karena
ia takut mendengar bahwa hal itu terlalu sepele, terlalu didramatisir saja
olehnya. Di awal perkenalan tak kuduga ia begitu ringkih. Karena ia pribadi
yang menyenangkan dan riang. Namun seiring berjalannya waktu yang ia bilang
“untuk proses belajar & manajemen stress”,senyumnya kian berkurang
kualitasnya. Hanya sekedar menarik garis lengkung(itupun sudah tidak 2cm lagi).
Gaung suara tawanya sudah menghilang. Yang ada hanya cicit lemah penuh keraguan
dan kerapuhan. Hingga ia memilih belajar menjadi perempuan bisu. Ditambah lagi
rasa hatinya akan kaum adam. Semakin kuat untuk tidak bergantung pada kaum
adam, karena hatinya yang telah sering dikecewakan. Dan hanya satu tempat
ternyamannya, berbagi kisah dan meratapi diri. Hanya dengan Tuhannya ia
dapatkan kedamaian itu.
“ah,,aku bingung dengan karaktermu. Sepertinya kau tak bisa dijadikan tokoh utamaku. Kita skip saja ceritamu, mungkin di lain kesempatan kau bisa kujadikan tokoh utama dalam ceritaku, ok.”
“ah,,aku bingung dengan karaktermu. Sepertinya kau tak bisa dijadikan tokoh utamaku. Kita skip saja ceritamu, mungkin di lain kesempatan kau bisa kujadikan tokoh utama dalam ceritaku, ok.”
“Ppffhh,,,kau sama saja dengan kaum adam itu. Selalu menjadikanku cadangan dalam situasimu. Ditambah di saat dibutuhkan tak pernah ada. Menyebalkan!”
Meta morfillah
9 april 2010
8:00 PM
No comments:
Post a Comment