Pages

18 July, 2012

Perempuan berhati ringkih


Perempuan itu berwajah muram. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, menahan dengan sangat agar butiran itu tak keluar dari matanya. Hal sepele bagi teman-temannya, tapi berbekas dalam bagi perempuan itu. Yah,,hatinya terlalu ringkih. Baik kita sebut ia perempuan berhati ringkih. Ia sedang sial saja, berturut-turut berada pada kondisi yang salah menurut temannya. Tapi tidak menurutnya. Ia mengakui kepengecutan dan kelemahan dirinya. Ia sedang belajar menelan tanpa kunyah keputusan yang ia ambil semata karena ia tak ingin merasakan betapa pahitnya keputusan itu. Ingin bercerita dengan orang terdekatnya pun ia enggan. Karena ia takut mendengar bahwa hal itu terlalu sepele, terlalu didramatisir saja olehnya. Di awal perkenalan tak kuduga ia begitu ringkih. Karena ia pribadi yang menyenangkan dan riang. Namun seiring berjalannya waktu yang ia bilang “untuk proses belajar & manajemen stress”,senyumnya kian berkurang kualitasnya. Hanya sekedar menarik garis lengkung(itupun sudah tidak 2cm lagi). Gaung suara tawanya sudah menghilang. Yang ada hanya cicit lemah penuh keraguan dan kerapuhan. Hingga ia memilih belajar menjadi perempuan bisu. Ditambah lagi rasa hatinya akan kaum adam. Semakin kuat untuk tidak bergantung pada kaum adam, karena hatinya yang telah sering dikecewakan. Dan hanya satu tempat ternyamannya, berbagi kisah dan meratapi diri. Hanya dengan Tuhannya ia dapatkan kedamaian itu.


“ah,,aku bingung dengan karaktermu. Sepertinya kau tak bisa dijadikan tokoh utamaku. Kita skip saja ceritamu, mungkin di lain kesempatan kau bisa kujadikan tokoh utama dalam ceritaku, ok.”

“Ppffhh,,,kau
sama saja dengan kaum adam itu. Selalu menjadikanku cadangan dalam situasimu. Ditambah di saat dibutuhkan tak pernah ada. Menyebalkan!”




Meta morfillah
9 april 2010
8:00 PM

No comments:

Post a Comment

Text Widget