Pages

19 November, 2025

Lupa identitas

LUPA IDENTITAS

Meta morfillah

Dalam buku Atomic Habit karya James Clear diilustrasikan ada dua orang yang sedang berusaha berhenti merokok. Lalu saat keduanya ditawari rokok, orang pertama menjawab, “Tidak, terima kasih. Saya berusaha berhenti.” Sementara orang kedua menolak dengan berkata, “Tidak, terima kasih. Saya bukan perokok.”

Sekilas, keduanya tampak benar, namun dari kedua jawaban itu menghasilkan perbedaan yang besar. Orang pertama meyakini bahwa ia adalah seorang perokok yang sedang berusaha melakukan hal lain. Ia berharap perilakunya berubah. Sementara orang kedua menyatakan perubahan identitas. Merokok adalah bagian kehidupan lamanya, tidak lagi untuk saat ini. Ia tidak mengidentifikasi dirinya sebagai perokok lagi. Menurut Anda, manakah orang yang akan sukses berhenti merokok?

Ya, kemungkinan besar yang akan berhasil adalah orang kedua. Sebab ia memastikan identitas dirinya sebelum memulai perubahan kecil yang lebih baik. Sama seperti seseorang yang berusaha mengubah pola makan, bila ia fokus terhadap identitas diri yang diinginkan, misal ingin dikenal sebagai orang yang sehat dan menjaga pola makan, maka di manapun, kapan pun, sendiri pun ia akan tetap menjalankan kebiasaannya tersebut. Namun bila yang ia tuju adalah hasil, yakni ingin langsing. Maka saat tujuannya tercapai, ia akan meninggalkan kebiasaan baiknya sebab merasa sudah berhasil.

Ada satu hal penting yang kadang luput, yakni di balik aksi terdapat sistem keyakinan. Keyakinan itu yang menjadi identitas di balik kebiasaan-kebiasaan kita. Perilaku yang tidak sesuai dengan diri tidak akan tahan lama. Anda mungkin ingin menjadi kaya, tapi identitas Anda konsumtif, bukan produktif, sehingga menjadi kaya akan sulit dicapai sebab bertentangan dengan identitas dan kebiasaan Anda.

Jauh sebelum buku tentang habit menjadi best seller, ketika menafsirkan Q.S. Ali Imran ayat 102, Ibnu Katsir menyampaikan hal yang sangat penting, yaitu:
“Jagalah Islam kalian dalam kondisi sehat agar kalian wafat dalam keadaan tersebut. Karena Allah menjalankan sunnatullahNya dengan kaidah “Man ‘Aasya Ala Syaiin Maata Alaihi”. Maksudnya, seorang yang semasa hidup memiliki kebiasaan tertentu, maka ia akan diwafatkan sesuai dengan kebiasaannya tersebut.

Contoh, seorang yang gemar melakukan perbuatan terlarang, maka akan diwafatkan dalam kondisi tersebut. Sebaliknya, mereka yang memiliki kebiasaan berbuat baik, maka Allah akan mewafatkannya dalam keadaan yang baik pula, InsyaAllah”. (Tafsir Al Qur’an Al Azim karya Ibnu Katsir)

Saya takjub pada penafsiran tersebut. Betapa umat Muslim telah diberi pengetahuan hebat oleh Allah tentang pilihan identitas hidupnya serta habit hebat. Bila kita memilih identitas sebagai Muslim, maka kebiasaan yang mengiringinya pun harus mencerminkan nilai Islam yang sistemik. Apa yang dikenal dari Muslim terdahulu? Pasti akan ada banyak kebaikan disebut misalnya saja muslim dikenal dengan cinta ilmu, (tidak lelah menuntut ilmu dan membagikannya dengan murah hati), produktif (tidak ada waktu untuk mengomentari hidup orang lain, sibuk beribadah, berkarya, dan berdaya), manajemen waktu terbaik (subuh sudah bangun, jadi tanpa perlu baca buku 5 AM pun kita tahu banyak kebaikan di waktu subuh), aman dan nyaman bagi sekitar (menjaga lisan dan perbuatan), dan lainnya.

Namun realitanya, mengapa saat ini umat muslim banyak dikenal dengan kelemahannya? Mungkin, sebab kita lupa pada identitas diri kita sebagai Muslim!

No comments:

Post a Comment

Text Widget