Pages

09 September, 2018

[Review buku] Catatan hati seorang istri

Judul: Catatan hati seorang istri
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: AsmaNadia Publishing House
Dimensi: xx + 312 hlm, 20.5 cm, cetakan ketiga Agustus 2011
ISBN: 9786029055030

21 kisah dan 12 catatan dari penulis yang merangkum berbagai kisah menyentuh tentang perjuangan perempuan, seorang istri, sekaligus ibu dalam menghadapi berbagai prahara rumah tangga.

Sungguh membuka mata bahwa menikah bukan hanya siap untuk bahagia, tapi juga siap untuk duka. Membaca beberapa kisah, saya tak habis pikir, bagaimana perempuan bisa bertahan meski disiakan, disiksa, tak pernah bahagia lahir batin, hanya berbekal iman pada surga dan menghindari murkaNya. Padahal haknya sangat lazim untuk ditalak dan meninggalkan manusia tak berguna itu (seriously, emosi).

Tapi, lagi saya merenung. Saya tak ada di posisi untuk menghakimi. Justru di situlah saya bisa mengukur sejauh mana keimanan saya. Mungkin jauuuuhh sekali lebih rendah dibandingkan para istri dalam kisah ini.

Meski ada beberapa yang bahagia, romantis, dan kisah tentang suami setia, namun tetap saja porsi duka lebih banyak. Menjadi pertanyaan besar bagi saya, mengapa? Apakah sedemikian sulitnya mempertahankan pernikahan? Jika Rasul yang menjadi teladan, mengapa selalu sunnah poligami yang dikedepankan? Lupakah pada monogami Rasul terhadap Khadijah? Ah, lagi... tanpa sadar saya judging!

Saran saya, siapa pun, bahkan terutama suami, BACALAH buku ini!

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Mencurahkan isi hati ibarat melepaskan bongkahan kecil sebuah bangunan besar bernama kebekuan, kegagalan, dan ketidakberdayaan." (H.x)

"Jangan menyerah, setidaknya sebelum mencoba memperjuangkan sekuat tenaga." (H.xv)

"Jika saya poligami, pertama, kebahagiaan dengan istri kedua belum tentu, karena tidak ada jaminan untuk itu. Kedua, luka hati istri pertama sudah pasti, dan itu akan abadi. Sekarang, bagaimana saya bisa melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti, dengan mengambil risiko yang kerusakannya pasti dan permanen?" (H.22)

"Karena menikah itu nggak mudah. Banyak yang harus diperjuangkan untuk mempertahankannya. Nggak melulu indah. Kadang kita yang harus mengalah, kadang dia yang harus didesak. Dan, ini perjuangan seumur hidup." (H.57)

"Pernikahan sakinah bukan pernikahan yang nggak ada ributnya, melainkan pernikahan yang ketika ribut segera kembali ke Al Quran dan As Sunnah." (H.96)

"Makin sakit hati, makin sulit memaafkannya, makin besar peluang masuk surgaNya kalau kita berhasil memaafkan pasangan." (H.97)

"Jika pasangan hidupmu khilaf dan berbuat salah, maka rangkullah dan segera maafkan. Jadikan dirimu tempat belahan jiwamu selalu rindu pulang, karena tahu dia akan selalu diterima dengan hati lapang." (H.104)

"Dalam perkawinan, kedua belah pihak HARUSLAH BERBAHAGIA. Bila 1 pihak berbahagia di atas penderitaan pihak lainnya, maka perkawinan itu sudah tak bisa dikatakan baik. Kekerasan dalam rumah tangga bukan cuma tindakan memukul. Membuat istri tertekan batinnya, menyakiti terus menerus dan mengintimidasinya hingga memengaruhi kondisi kejiwaan dan mentalnya, juga disebut kekerasan." (H.177)

"Allah yang membenci perceraian itu, adalah Allah yang sama yang juga mengajari kita cara untuk melakukan perceraian secara ma'ruf. Jadi, Allah sudah tahu bahwa akan ada di antara hambanya yang tak berhasil dengan rumah tangganya, sehingga Dia membolehkan perceraian untuk mengatasi masalah yang sudah tak dapat lagi dicarikan jalan keluarnya. Tak usah merasa bersalah. Allah Maha Tahu dan Mengerti." (H.184)

"Bagaimana pun, sebaiknya perempuan mandiri dan bekerja. Menghasilkan sesuatu bagi dirinya sendiri, memupuk kemandirian serta kesiapan mental ketika terjadi musibah." (H.186)

"Mereka yang berhasil padahal terlahir dari keluarga miskin, berpulang pada bagaimana sosok Ibu dalam keluarga membesarkan, memberi energi positif dan menempatkan PENDIDIKAN SEBAGAI PRIORITAS bagi anak-anaknya, apapun kendalanya." (H.198)

"Menulis agar kita memiliki sesuatu untuk dikenang. Menulis apa saja tentang hari-hari yang kita lalui sebagai istri dan ibu. Apakah Anda akan membaginya dengan orang yang bisa Anda percaya, atau tidak... tidak jadi soal. Paling tidak dengan menuliskannya bisa jadi terapi tersendiri, saat hati terbebani ribuan masalah dan kesedihan. Dan ketika menulis, kita mengabadikan kenangan demi kenangan, yang mungkin tak ingin kita lupakan." (H.256)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget