MELIHAT DARI ATAS
Lucu, mengetahui bahwa barisan polisi nan gagah di bawah tenda bertuliskan "SAYA INDONESIA PANCASILA" yang terpenggal-penggal bahkan tak terlihat sama sekali dari atas. Pun gedung-gedung megah yang tegak jumawa terlihat bagai mainan lego-legoan mini. Lantas, bagaimana denganmu yang seorang diri, dilihat dari atas sini?
Kamu mau pakai emas berkilauan, bawa uang berkoper, cantik sedunia, atau keturunan raja, tak dianggap. Terlihat pun tidak spesifik. Hanya bagai debu. Lucu sekali, kalau kamu begitu sombong, berkacak pinggang pada dunia akan kehebatanmu, sementara yang melihatmu di atas sana tidak sedikit pun merasakan kuasamu. Sebab kamu bukan apa-apa atau siapa.
Maka, apalah yang berhak kamu sombongkan pada Yang Maha Melihat? Jikalau dari arsyNya kamu hanyalah bagai debu. Hilang, ada atau tiada, tak berpengaruh pada semesta yang Ia cipta. Gedung megah itu pun, seberapa banyaknya, mudah Ia hancurkan sekejap bagai merobohkan mainan anak-anak. Apakah yang bisa disombongkan?
Diberi nikmat sedikit, sudah merasa shalih, doanya terkabul, jumawa bahwa diri paling baik. Astaghfirullah...
Diberi ilmu sedikit sudah merasa pakar, gemar menyalahkan, merasa diri paling benar. Astaghfirullah...
Dan... bisa jadi itu adalah diri saya. Yang begitu bodoh memamerkan kefakirannya. Bangga akan kehebatan semu, sementara tanpa sadar saya semakin menjauh. Jauh dariNya, untuk bertafakkur dan tidak terlalu. Maka jangan bosan meneruskan wasiat Sang Nabi untuk tetap berjamaah, meski menyakitkan, meski banyak gesekan, meski hati ingin meninggalkan. Jangan bosan untuk saling menasehati. Sebab nasehat itu sendiri yang utama dan pertama mendengar adalah telinga kita. Maka kitalah yang berhajat paling banyak menerima dan mengamalkannya.
Yaa Allah, Yang Maha Melihat... berilah kami pencerahan dalam "melihat" segala sesuatu agar tepat kadar, benar cara, dan baik adabnya. Aamiin...
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment